"Uji coba massa itu dilakukan demi mengevaluasi keamanan dan keampuhan dari satu obat tertentu dan kombinasi beberapa obat," kata Ghebreyesus dalam sesi pengarahan harian, Rabu (15/4), yang disiarkan laman resmi WHO, sebagaimana dipantau di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, uji coba massal atau solidarity trial itu juga bertujuan untuk mempercepat penelitian dan pengembangan pengobatan serta uji coba vaksin COVID-19, penyakit menular yang disebabkan jenis baru virus corona (SARS-CoV-2).
Dalam laman resminya, WHO menyebutkan sejumlah obat-obatan yang jadi objek uji coba, di antaranya Remdesivir; Lopinavir/Ritonavir; Lopinavir/Ritonavir dengan Interferon beta-1a; dan Chloroquine atau Hydroxychloroquine (obat anti-malaria).
WHO menjelaskan Remdesivir merupakan obat yang sempat diuji coba untuk merawat penderita Ebola. "Obat itu memperlihatkan hasil menjanjikan saat diuji coba ke hewan yang menderita Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS), yang keduanya disebabkan virus corona. Hasil itu menunjukkan kemungkinan obat dapat bekerja untuk pasien COVID-19," demikian tulis WHO.
Sementara itu, Lopinavir/Ritonavir merupakan obat yang terdaftar untuk pasien HIV, tetapi belum pernah ada bukti klinis yang menunjukkan pil itu dapat menyembuhkan MERS, SARS, dan COVID-19, atau menghentikan penularan.
Akan tetapi, obat itu tetap jadi objek penelitian demi memastikan efektivitas penggunaan Lopinavir/Ritonavir terhadap pasien COVID-19. "Sejauh ini hasil penelitian di labratorium menunjukkan ada indikasi kombinasi obat ini (dengan yang lain) mungkin efektif menyembuhkan penyakit COVID-19, tetapi sejauh ini belum ada kesimpulan yang final," terang WHO.
Dalam keterangannya, para pakar di WHO turut mengombinasikan penggunaan Lopinavir/Ritonavir dengan Interferon beta-1a, obat yang digunakan banyak penderita sklerosis, gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang belakang.
Chloroquine atau Hydroxychloroquine juga jadi obat yang diuji coba WHO pada solidarity trial. Obat itu biasa digunakan untuk pasien malaria dan orang dengan keluhan sendi, tendon, ligamen, dan jaringan halus lainnya.
"Di China dan Prancis, sejumlah penelitian menunjukkan indikasi adanya manfaat yang mungkin dapat diperoleh dari chloroquine fosfat terhadap penyakit pneumonia yang disebabkan oleh COVID-19, tetapi perlu lebih banyak uji coba secara acak untuk membuktikan keampuhan obat," jelas WHO.
Baca juga: Trump sebut AS sedang selidiki apakah COVID-19 berasal dari lab Wuhan
Baca juga: 74 negara terlibat dalam upaya menemukan obat COVID-19
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020