Bermodalkan mesin jahit bantuan dari Badan Restorasi Gambut (BRG), Maryulis (57) bersama kaum Kartini dan remaja lainnya dari Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan membuat masker kain sebagai salah satu cara membantu masyarakat setempat melawan penyebaran virus corona penyebab COVID-19 di daerah itu.Kami bagikan gratis. Satu kepala keluarga dapat dua hingga tiga masker kain
Tekad besar Maryulis bersama 11 wanita tangguh lainnya itu bermula dari rasa khawatir akan penyebaran virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China semakin masif itu mulai muncul di Tanah Air.
Khususnya, sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama pasien terjangkit COVID-19 pada 2 Maret lalu, semakin membuat masyarakat mawas diri dengan beragam tindakan. Ada yang membeli makanan secara berlebihan untuk persediaan bekal apabila terjadi karantina wilayah atau lockdown sebagaimana diterapkan di Wuhan.
Namun, Maryulis memiliki pemikiran lain. Ia menyadari bahwa bersikap panik, membeli pasokan makanan ataupun obat-obatan dalam jumlah banyak bukan langkah yang tepat. Upaya tersebut malah tidak menjadi solusi terbaik dalam melawan COVID-19.
Baca juga: Kartini masa kini harus jadi petarung
Berkat keterampilan dan pengalaman menjahit yang dimilikinya, Maryulis mengajak warga di Desa Menang Raya secara mandiri dan sukarela untuk membuat masker kain guna dibagikan secara gratis kepada masyarakat.
"Dulu saya buat tas, lalu setelah corona suami saya bilang, mending bikin masker kasihan anak-anak di sini harus beli pula," kata dia.
Sejak mulai membuat masker kain hingga kini, ia bersama rekan-rekannya berhasil memproduksi sekitar 4.000 ribu masker. Kemudian, dibagikan gratis kepada masing-masing kepala keluarga melalui perangkat RT dan RW.
"Kami bagikan gratis. Satu kepala keluarga dapat dua hingga tiga masker kain," katanya.
Aksi solidaritas yang dilakukan oleh Maryulis bersama kaum Kartini lainnya tersebut mendapat dukungan penuh dari perangkat desa setempat. Tidak hanya berupa dukungan moril, namun bantuan material berupa uang juga diberikan.
Baca juga: Kartini masa kini, manfaatkan teknologi digital untuk berjuang
Dana tersebut digunakan untuk membeli kain yang merupakan bahan dasar masker. Walaupun harganya semakin hari semakin naik, namun ia tak menghentikan niat baiknya untuk masyarakat.
"Selain dukungan desa, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga atau PKK juga membantu dari segi anggaran," ujarnya.
Secara umum, masker yang dibuat oleh Maryulis bersama teman-temannya tersebut tidak hanya sekadar masker kain biasa. Melainkan, kualitas yang dihasilkan juga menjadi pertimbangan termasuk dengan sengaja dibuat dua lapis agar lebih mampu menahan droplet atau virus.
"Kalau dibuat tipis takutnya sia-sia," ujar dia.
Di sisi lain, kerja keras para Kartini yang ikut membantu pembuatan masker memang sama sekali tidak memperoleh imbalan dari segi materi. Sebab, dari awal mereka sudah bertekad untuk sekadar membantu warga di Desa Menang Raya melawan COVID-19.
"Mereka sama sekali tidak digaji. Tapi diberi makan," katanya.
Sebelum adanya musibah nonalam tersebut, Maryulis sehari-harinya bekerja membuat tas dan topi. Rumah produksi tempat ia bekerja mulanya tersedia untuk membuat kerajinan anyaman purun.
Tidak hanya memproduksi masker kain yang dibagikan secara gratis, tetapi mereka para Kartini tangguh dari Palembang tersebut juga berbagi ilmu dengan ibu-ibu Persit dari Koramil 402-02/Pedamaran.
"Kemarin itu Bapak tentara ada tiga orang, lalu Ibu Persit ada lima orang yang ikut belajar membuat masker juga," kata dia.
Tidak hanya di Bumi Sriwijaya, kegiatan serupa juga dilakukan kaum perempuan di Desa Pedekik, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Para Kartini tangguh membuat masker kain untuk dibagikan secara gratis kepada masyarakat sekitar.
Kaum ibu di desa itu mengumpulkan potongan kain perca yang masih layak dari tukang jahit sebagai bahan utama pembuatan masker kain.
Tidak hanya membuat masker, kaum ibu yang tergabung di PKK desa setempat juga membuat jamu tradisional untuk dibagikan kepada masyarakat. Mereka menyakini dengan menjaga imunitas tubuh maka berbagai penyakit termasuk virus dapat dicegah sedini mungkin.
Untuk pembuatan jamu, PKK desa mengajak para kaum ibu yang memiliki usaha jamu di daerah tersebut sehingga dapat menyatukan satu ramuan dengan satu rasa.
Untuk ramuan jamu terdiri dari bahan-bahan tradisional di antaranya kunyit, jahe, serai, kencur, asam Jawa dan lainnya.
"Jamu dan masker ini kami bagikan gratis untuk warga sebagai upaya antisipasi penyebaran COVID-19," kata Yeyen salah seorang anggota PKK yang terlibat langsung dalam pembuatan masker dan jamu.
Pada tahap pertama tepatnya awal April, kelompok PKK Desa Pedekik sudah memproduksi 250 masker kain dan 850 cup jamu tradisional.
Untuk sistem pembagian masker dan jamu, ia mengatakan pihaknya berpatokan pada jumlah rumah di desa itu yakni sekitar 850 unit. Sehingga satu rumah mendapatkan satu jamu.
Sementara untuk masker yang berjumlah 250 dengan masa produksi tiga hari, PKK desa setempat hanya membagikannya di persimpangan jalan poros desa saja.
"Sebab produksinya baru sedikit saat itu," ujarnya.
Sementara itu, Yeyen mengungkapkan dalam waktu dekat pemerintah desa akan memercayai lagi PKK setempat untuk memproduksi sekitar 2.500 masker untuk dibagikan ke setiap rumah. Sehingga satu rumah bisa mendapatkan tiga hingga empat masker.
Dengan tenaga 12 orang kaum ibu, mereka akan mengerjakan pembuatan masker kain selanjutnya di rumah jahit yang memang tersedia di desa tersebut.
Namun, jika memang para kaum ibu itu memiliki mesin jahit di rumah, maka berkemungkinan pengerjaan masker kain akan dilaksanakan di rumah masing-masing mengingat pandemi COVID-19 yang mengharuskan masyarakat menjaga jarak fisik antara satu dengan lainnya.
"Untuk bahan sendiri, rencananya 2.500 masker itu dibantu oleh BRG dan inshaallah akan sampai dalam waktu dekat," ujar dia.
Di samping itu, Yeyen mengatakan pemerintah desa juga berencana membuat bubur kacang sehat selama Ramadan dan dibagikan ke seluruh rumah pula.
Dari rangkaian aksi solidaritas yang dilakukan para kaum perempuan di Desa Pedekik itu, pada hakikatnya mereka semua tergerak dari mahalnya harga masker, sementara ekonomi masyarakat desa di bawah rata-rata.
Masyarakat hanya bekerja sebagai pemotong karet dengan pendapatan yang tidak seberapa sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan masker di tengah ancaman COVID-19.
"Semua berawal dari inisiatif untuk kebutuhan bersama," katanya.
Baca juga: Hari Kartini, Aaliyah Massaid: perempuan bebas tentukan masa depan
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020