"Ketika Kartini menginginkan hilangnya feodalisme dan kolonialisme, kita bisa ngecek satu-satu saja sekarang. Dalam arti apa sih sebenarnya yang sudah kita rasakan dari kemerdekaan itu? Apakah kita sudah berdaulat secara ekonomi? Apakah kita sudah berdaulat merdeka dalam kesetaraan perempuan dan laki-laki?," katanya dalam Bincang Publik Pendidikan Kartini Masa Kini secara daring, di Yogyakarta, Selasa.
Baca juga: WCC Palembang manfaatkan hari Kartini cegah pernikahan dini
Ia mengatakan meskipun saat ini pandangan feodal dan patriarki masih melekat di dalam masyarakat, tetapi dia percaya dan optimistis bahwa perempuan Indonesia dapat ke luar dari belenggu tersebut.
"Karena secara kuantitas, perempuan di ranah publik itu sudah semakin banyak. Ini bagi saya adalah optimisme yang luar biasa," katanya.
Meski demikian, ia mengakui bahwa kesadaran perempuan bahwa mereka bisa merdeka dalam berpikir dan bertindak itu masih kurang.
Baca juga: Peringati Kartini, OASE KIM bagikan sembako untuk warga Jabodetabek
"Banyak sekali perempuan yang saat berada di ruang domestik atau publik masih belum memiliki satu pengetahuan yang cukup untuk mengatakan bahwa saya berada di publik karena saya diperlukan," katanya.
Rasa percaya diri perempuan untuk berargumentasi dan menyuarakan diri di hadapan publik, menurut dia, masih belum terlihat secara jelas.
"Jadi keputusan-keputusan yang diambil biasanya lebih didengarkan kalau itu berasal dari laki-laki, bukan dari perempuan," katanya.
Selain itu, di lingkup paling kecil juga dirinya menilai masih sedikit keluarga yang mengajarkan anak perempuan untuk berani menyampaikan keinginannya.
"Anak-anak perempuan malah lebih sering dibilang 'Kamu jangan terlalu banyak begini-begini, nanti kamu enggak ada temannya,' atau 'Kamu perempuan kok seperti itu? Jangan dong'," katanya memberi salah satu contoh ketika anak perempuan lebih suka bermain bola atau musik.
Oleh karena itu, selain upaya keras yang perlu dilakukan perempuan untuk keluar dari diskriminasi, masyarakat juga, katanya, perlu mengubah pemikiran, bukan bagaimana perempuan dengan dua fungsinya tetapi bagaimana masyarakat bisa menerima dan mengondisikan posisi perempuan sehingga mereka bisa merasa lebih dihargai dan lebih berdaya.
Baca juga: Trisnawati, sosok Kartini di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Wakil Ketua MPR apresiasi perempuan pejuang kesetaraan
Baca juga: Griya Srikandi Kota Probolinggo sumbangkan APD dan masker
Pewarta: Katriana
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020