Adapun SE itu diterbitkan KPK perihal pemberian bantuan sosial kepada masyarakat dalam upaya mengatasi dampak pandemi COVID-19.
Baca juga: KPK terbitkan SE penggunaan DTKS salurkan bansos terkait COVID-19
"Melalui SE yang ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 baik di tingkat nasional maupun daerah, dan pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah tersebut, KPK merekomendasikan lima hal agar pendataan dan penyaluran bansos tepat sasaran," kata Ketua KPK Firli Bahuri melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.
Pertama, kementerian/lembaga dan pemda dapat melakukan pendataan di lapangan, namun tetap merujuk kepada DTKS.
"Jika ditemukan ketidaksesuaian, bantuan tetap dapat diberikan dan data penerima bantuan baru tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Sosial atau Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin) Kementerian Sosial untuk diusulkan masuk ke dalam DTKS sesuai peraturan yang berlaku," ujar Firli.
Kedua, kata dia, demikian sebaliknya, jika penerima bantuan terdaftar pada DTKS namun fakta di lapangan tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan, maka harus dilaporkan ke Dinas Sosial/Pusdatin untuk perbaikan DTKS.
Baca juga: Menko PMK gandeng KPK kawal data penerima bansos COVID-19
"Ketiga, untuk memastikan data valid maka data penerima bansos dari program-program lainnya atau data hasil pengumpulan di lapangan agar dipadankan data NIK (Nomor Induk Kependudukan)-nya dengan data Dinas Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) setempat," tuturnya.
Keempat, ia mengatakan kementerian/lembaga dan pemda menjamin keterbukaan akses data tentang penerima bantuan, realisasi bantuan, dan anggaran yang tersedia kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
"Dan kelima, KPK mendorong pelibatan dan peningkatan peran serta masyarakat untuk mengawasi. Untuk itu, kementerian/lembaga dan pemda perlu menyediakan sarana layanan pengaduan masyarakat yang mudah, murah, dan dapat ditindaklanjuti segera," ucap Firli.
Ia mengatakan lembaganya bertugas antara lain melakukan tindakan-tindakan pencegahan, koordinasi, dan monitoring sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.
Hal itu berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Firli: Peran perempuan sangat penting bentuk karakter anak yang jujur
Baca juga: Mahfud: Masyarakat lapor Satgas Saber Pungli jika temui pungli Bansos
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020