pemilik hak cipta memiliki hak ekonomi untuk mengotorisasi atau mencegah penggunaan sehubungan dengan suatu karya atau menerima remunerasi....
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, perlindungan atas hak cipta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi karena pemilik hak cipta memiliki hak ekonomi yang memungkinkan mereka memperoleh imbalan finansial dari penggunaan karya mereka oleh orang lain yang dapat mendorong kreativitas dan inovasi.
Selain hak ekonomi, mereka juga memiliki hak moral yang melindungi kepentingan non-ekonomi.
“Hak cipta adalah istilah hukum yang digunakan untuk menggambarkan hak-hak yang dimiliki pencipta atas karya dan kreasi artistik mereka. Karya-karya yang dicakup oleh rentang hak cipta dari buku, musik, lukisan, patung, dan film, hingga program komputer, basis data, iklan, peta, dan gambar teknis,” jelasnya dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Baca juga: Nike menangi sengketa hak cipta logo Kawhi Leonard
Ia menambahkan, pemilik hak cipta memiliki hak ekonomi untuk mengotorisasi atau mencegah penggunaan sehubungan dengan suatu karya atau menerima remunerasi untuk penggunaan karya mereka. Pemilik hak ekonomi dari suatu karya dapat melarang atau mengizinkan reproduksi dalam berbagai bentuk, misalnya, seperti publikasi cetak atau rekaman suara.
Hak cipta termasuk dalam Intellectual Property atau kekayaan intelektual yang berarti kreasi dari pikiran yang dituangkan dalam bentuk penemuan, karya sastra dan artistik, desain, simbol, nama, dan gambar yang digunakan dalam perdagangan.
Selain hak cipta, bentuk lain dari kekayaan intelektual yang dilindungi undang-undang misalnya, paten dan merek dagang karena hal tersebut memungkinkan orang memperoleh pengakuan atau manfaat finansial dari apa yang mereka ciptakan. Dengan ada perlindungan pada berbagai bentuk kekayaan intelektual diharapkan dapat menciptakan lingkungan di mana kreativitas dan inovasi dapat berkembang.
“Pada era ekonomi digital seperti sekarang, pengakuan hak cipta mempunyai tantangan dan kemudahannya sendiri Kemudahan karena pengguna karya orang lain dapat lebih mudah mendapatkan akses hak intelektual seseorang melalui online. Misalnya pada musik, kita sudah didekatkan dengan pilihan musik streaming digital secara legal di beberapa platform dengan biaya cukup terjangkau. Di sisi lain, kita mengalami isu lintas batas (cross-border) misalnya piracy (pembajakan) antar yurisdiksi yang tidak bisa diatasi dengan cara tradisional,” tandasnya.
Me urut dia, pemerintah harus mendorong penguatan hak cipta agar mendorong ekonomi kreatif dengan memberdayakan pada kreator, menciptakan hubungan yang lebih seimbang antara para kreator dan membangun kerangka kebijakan dengan konsep fair use terkait kekayaan intelektual.
Baca juga: BI optimis ekonomi RI bisa tumbuh 6 persen tahun 2021 pasca-COVID-19
Pemerintah juga harus memastikan pencegahan pembajakan dan konten ilegal dan memastikan kreator mendapatkan hak-haknya. Dengan begitu, kreator lebih termotivasi untuk berkreasi dan berinovasi, mendorong kompetisi, melindungi kemerdekaan berkreasi, dan mengeksploitasi potensi transformatif dari teknologi digital sepenuhnya. Semua hal ini membutuhkan keseimbangan dan melindungi semua perbedaan pemangku kepentingan.
“Saat ini pun, prosedur pengaduan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual masih harus dilakukan secara offline melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian Hukum dan HAM. Prosedurnya cukup kompleks dan memakan biaya dan waktu. Hal ini belum melindungi kreator, dan belum memberikan iklim positif pada ekonomi digital,” tandasnya.
Terkait laporan hak cipta, Google mencatat sudah ada 4,6 miliar permintaan URL agar dhapus dari mesin pencarian mereka dari 206.090 pemilik hak cipta dan 198.369 organisasi sampai 25 April 2020. Hal ini juga menunjukkan inisiatif yang diperlukan dari pihak ketiga.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020