Perjuangan melawan Virus Corona baru atau COVID-19 diperkirakan masih terus berlangsung hingga beberapa bulan ke depan. Seluruh pihak bahu-membahu agar pandemi ini segera berlalu agar aktivitas dan roda perekonomian kembali pulih.Pemerintah melalui Bulog perlu segera membantu petani untuk penyerapan beras. Jika tidak, akan menekan kehidupan petani di pedesaan
Selain isu kesehatan dan nyawa yang menjadi taruhan, ancaman terhadap krisis pangan juga menjadi bayang-bayang berbagai negara, termasuk Indonesia jika perhitungan neraca bahan pokok tidak benar-benar cermat.
Peran petani dan nelayan dalam menjaga produksi pangan pun menjadi berarti agar kebutuhan konsumsi, baik karbohidrat, protein hewani dan nabati, hingga vitamin dari buah-buahan, tercukupi.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan di tengah pandemi COVID-19 petani dan penyuluh pertanian menjadi garda terdepan untuk mencegah krisis pangan terjadi.
"Kita semua khawatir terhadap COVID-19, tetapi pangan harus tetap tersedia. Setelah panen, segera lakukan percepatan tanam, sehingga tidak ada lahan menganggur," kata Mentan.
Baca juga: Petani diimbau giat bercocok tanam antisipasi kesulitan pangan
Saat memasuki musim panen pada Maret hingga Mei, petani juga dihadapkan pada kemungkinan jatuhnya harga beras di bawah ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Turunnya harga beras ini berimplikasi terhadap turunnya Nilai Tukar Petani (NTP) nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Maret 2020 mengalami penurunan 1,22 persen atau 102,09 poin dibandingkan bulan sebelumnya.
Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh penurunan harga gabah. Apalagi, pada bulan Maret lalu sudah terjadi panen di berbagai daerah.
Sementara itu, Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian memprediksi produksi beras pada masa puncak panen raya yang jatuh pada April 2020 ini mencapai 5,27 juta ton beras dengan luas panen 1,73 juta hektare.
Berdasarkan pemantauan di 166 kabupaten/kota di 32 provinsi dan didukung oleh data open camera dan video, panen masih akan berlanjut sampai Mei seluas 1,38 juta hektare atau setara 3,81 juta ton beras.
Sebetulnya Pemerintah telah menaikkan HPP gabah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan HPP untuk gabah atau beras. Dalam ketentuan tersebut, HPP Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani naik menjadi Rp4.200 di penggilingan menjadi Rp4.250/kg.
Pada kenyataannya, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menyebutkan bahwa di beberapa tempat, salah satunya Indramayu, harga gabah masih di bawah HPP yakni sekitar Rp3.800 sampai Rp4.000/kg.
Namun demikian, persoalan tidak hanya pada turunnya harga gabah, tetapi pada distribusi beras ke hilir yang terhambat akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan sekitarnya sehingga pasokan terganggu.
Baca juga: HPP gabah naik, Bulog minta dana cadangan untuk serap gabah petani
Pengiriman beras dalam jumlah besar akibatnya menjadi terbatas. Said menjelaskan saat ini penjualan beras yang masih berjalan dilakukan dalam kemasan kecil 5-25 kilogram.
"Pemerintah melalui Bulog perlu segera membantu petani untuk penyerapan beras. Jika tidak, akan menekan kehidupan petani di pedesaan," kata Said.
Menurut dia, jaminan penyerapan gabah dengan harga yang menguntungkan akan memberi tambahan modal bagi petani untuk melanjutkan produksi pada musim tanam berikutnya.
Stimulus untuk petani
Setidaknya saat ini tercatat ada sekitar 73,13 persen masyarakat pedesaan yang bergantung atau memiliki mata pencaharian di sektor pertanian, berdasarkan pemaparan Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria.
Pemerintah pun berupaya memberikan stimulus dan relaksasi kepada petani selain untuk merespons dampak COVID-19 terhadap perekonomian mereka, juga untuk memastikan produksi pangan tidak terganggu.
Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengusulkan penghematan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Tahun 2020 sebesar Rp7 triliun dari total pagu anggaran 2020 sebesar Rp 21,05 triliun. Dengan demikian, anggaran Kementan pada tahun ini menjadi Rp14,04 triliun.
Penyesuaian anggaran dilakukan sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka percepatan penanganan virus corona (COVID-19).
Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono menjelaskan penghematan anggaran dilakukan melalui pemotongan biaya pada kegiatan seperti rapat dan perjalanan dinas, sehingga anggaran tersebut dapat diprioritaskan terhadap kegiatan yang berdampak langsung pada petani dan produktivitas pertanian.
Dari total pemangkasan anggaran dari APBN tersebut, sebanyak Rp1,71 triliun akan digunakan untuk pengamanan ketersediaan pangan. Selain itu, juga akan digunakan sebagai jaring pengaman sosial (social safety net) senilai Rp1,21 triliun.
"Kegiatan social safety net dalam bentuk padat karya meliputi pengendalian OPT, olah tanah dan percepatan tanah, hingga pembangunan embung pertanian. Kemudian dana tersebut juga untuk dukungan pencegahan penularan COVID-19 Rp22,11 miliar," kata Momon.
Dari sisi pembiayaan, Kementan juga memberikan relaksasi terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian dengan membebaskan pembayaran bunga dan penundaan pokok angsuran maksimal enam bulan.
Hal ini sesuai instruksi yang diberikan Presiden Jokowi. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 April 2020.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Muhammad Firdaus menilai selain memberikan relaksasi, pemerintah juga perlu mempermudah proses penyaluran KUR terhadap petani.
Pemanfaatan dana CSR dari BUMN,atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan juga bisa menjadi opsi terhadap petani yang mengalami jatuhnya HPP gabah pada musim panen ini.
"Untuk petani yang benar-benar terkena dampak jatuhnya harga, tidak perlu lewat KUR, tapi bisa memanfaatkan PKBL dari BUMN. Namun, pendataannya harus benar, daerah mana saja yang harganya jatuh," kata Firdaus.
Musim tanam berikutnya
Firdaus menambahkan bahwa rata-rata konsumsi beras rakyat Indonesia mencapai 2,5 juta ton per bulan. Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga menggencarkan program bantuan sosial bahan pokok untuk membantu warga terdampak COVID-19 dengan beras menjadi komponen utama.
Oleh karena itu, musim tanam berikutnya setelah panen pertama yakni tanam gadu pada Mei-Juni harus dipastikan tidak mengalami hambatan, salah satunya dengan jaminan ketersediaan pupuk dan benih.
"Produsen benih dan pupuk harus mengantisipasi dari sekarang bahwa petani akan melakukan penanaman berikutnya, sehingga kebutuhan benih dan pupuk harus tersedia. Jangan sampai mereka setop beroperasi," kata dia.
Dalam mendukung aktivitas tanam, PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku produsen pupuk berkomitmen menjaga produksi dan ketersediaan pupuk bersubsidi. Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat mengatakan bahwa produksi di pabrik-pabrik milik Grup Pupuk Indonesia masih terjaga.
"Sepanjang Januari hingga akhir Februari 2020, total produksi Pupuk Indonesia telah mencapai 2 juta ton, atau setara 108 persen dari target periode yang sama sebesar 1,89 juta ton," kata Aas.
Baca juga: Pupuk Indonesia jamin PSBB tidak ganggu distribusi pupuk ke petani
Pupuk Indonesia melalui anak perusahaannya PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Iskandar Muda Aceh dan PT Petrokimia Gresik, menargetkan produksi 12,65 juta ton pupuk tahun ini.
Berdasarkan situs resmi Pupuk Indonesia per 24 April 2020, jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia di lini III dan IV sebanyak 1.020.026 ton yang terdiri dari pupuk urea sebanyak 588.350 ton, NPK sebanyak 204.179 ton, SP-36 sebanyak 74.995 ton, ZA sebanyak 105.173 ton, dan organik sebanyak 47.329 ton.
Jumlah stok tersebut diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan hingga tiga minggu ke depan. Hal ini sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian secara nasional mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV.
Mengingat pandemi COVID-19 yang tidak bisa dipastikan kapan berakhir, akademisi mendorong pemerintah melakukan penguatan cadangan pangan semaksimal mungkin, melalui optimalisasi penyerapan gabah pada panen raya hingga Mei 2020.
Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen pangan hanya perlu menerapkan physical distancing untuk mencegah penyebaran COVID-19 semakin luas. Apalagi, petani di Indonesia didominasi oleh kelompok usia non-produktif di atas 50 tahun, sehingga risiko terpapar virus akan semakin rentan.
Merebaknya Virus Corona di Indonesia juga diharapkan menjadi pengingat bahwa petani memiliki risiko pekerjaan yang cukup besar sehingga mereka memerlukan perlindungan sosial dan kesehatan agar produksi pangan tetap terjaga.
Baca juga: Peneliti: Penerapan HPP harus selaras dengan kondisi COVID-19
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020