Masih ada masyarakat yang belum menjalankan protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran COVID-19 disebabkan karena belum memiliki "sense of crisis" atau pemahaman akan krisis, kata sosiolog Rissalwan Habdy Lubis, S.Sos., M.SiOrang saat ini belum memiliki 'sense of crisis' (pemahaman krisis). Kalaupun misalnya mereka diperingatkan oleh petugas, mereka akan menuruti saat itu tapi akan kembali melakukannya lagi karena masih tidak paham akan risiko terkena COVID-19
"Bagi orang yang punya kesadaran tinggi dia akan tetap menjalankan protokol menjaga jarak dan akan berjalan terus. Permasalahan lainnya adalah apakah pengetahuan publik tentang krisis dibangun atau tidak," kata staf pengajar Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (Fisip UI) itu ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Membangun kesadaran dan pemahaman publik akan krisis yang sedang terjadi, kata dia, perlu terus dilakukan pemerintah untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya dari penyakit yang disebabkan virus corona jenis baru itu.
Menurut dia, pemerintah masih belum bisa mengkomunikasikan secara luas pemahaman akan krisis dan dampak dari pandemi COVID-19 kepada masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, menurut Rissalwan perubahan sikap sosial tidak akan terjadi secara masif di masyarakat terutama yang berada di akar rumput.
Bagi masyarakat dengan literasi yang lebih tinggi, kata dia, kemungkinan masih akan melanjutkan gaya hidup saat pandemi seperti menggunakan masker dan menjaga jarak di tempat umum saat pemerintah menyatakan sudah boleh beraktivitas seperti biasa.
Tapi, menurut dia, hal itu mungkin saja tidak atau belum terjadi kepada masyarakat kebanyakan.
"Orang saat ini belum memiliki 'sense of crisis' (pemahaman krisis). Kalaupun misalnya mereka diperingatkan oleh petugas, mereka akan menuruti saat itu tapi akan kembali melakukannya lagi karena masih tidak paham akan risiko terkena COVID-19," kata Rissalwan Habdy Lubis.
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta Sigit Rochadi, juga mengatakan tidak akan ada perubahan yang signifkan dengan interaksi sosial di masyarakat pascapandemi COVID-19.
Interaksi sosial, yang sangat dibatasi sekarang dengan imbauan menjaga jarak dan menghindari bersalaman, kata dia, akan kembali dilakukan setelah pemerintah mengumumkan masyarakat dapat keluar dari rumah untuk beraktivitas.
"Tidak terlalu berubah drastis. Begitu kondisinya normal artinya pademinya lewat, saya kira pola hidup masyarakat akan kembali seperti semula. Interaksi sosial juga akan biasa kembali," demikian Sigit Rochadi.
Baca juga: Sosiolog ingatkan penjarakan fisik perlu lebih disosialisasikan
Baca juga: Sosiolog: Tokoh agama terdepan yakinkan masyarakat cegah COVID-19
Baca juga: Sosiolog Unsoed: lindungi data pasien diduga COVID-19
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020