Koordinator Nasional KRKP Said Abdullah mengatakan buruh tani menjadi kelompok paling rentan karena tidak memiliki akses ke sumber produksi, yakni lahan sawah. Saat ini petani di pedesaan umumnya tidak menguasai lahan mereka sendiri. Petani masih dibebankan oleh tingginya biaya sewa lahan sawah untuk berproduksi.
"Kondisi ideal yang harus dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap buruh tani adalah memberikan akses pada lahan dan input pertanian. Hanya dengan jalan itu buruh bisa bergerak naik derajat kehidupannya," kata Said saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Dedi Mulyadi usulkan buruh tani-nelayan dapat bantuan khusus
Said menjelaskan bahwa umumnya biaya sewa lahan sawah berkisar Rp10 juta sampai Rp20 juta per hektare per tahun yang harus dikeluarkan petani.
Oleh karena itu, ia mendorong agar petani dapat diberikan akses untuk bisa menggarap dan menanam lahan milik negara, melalui Program Reforma Agraria.
Skema Perhutanan Sosial yang dapat membuat masyarakat turut mengelola hutan dan mendapatkan manfaat ekonomi, juga harus diperluas untuk mendukung keberpihakan pada petani.
Baca juga: Petani Karawang tetap semangat bertani di tengah pandemi COVID-19
Selain pada pemberian akses lahan, petani juga perlu diberikan input pertanian, baik berupa alat dan mesin pertanian, hingga pemberian pupuk dan benih.
Said menambahkan bahwa buruh tani juga hanya mengandalkan pendapatan mereka pada musim panen raya pada Maret hingga Juni mendatang, namun tantangan pada petani terjadi pada musim paceklik.
"Yang rentan adalah setelah masa tanam dan panen, misalnya pada masa paceklik bulan September dan seterusnya. Biasanya para buruh pergi ke kota untuk kerja informal menjadi buruh kasar. Tapi ini terancam tidak bisa dilakukan karena situasi COVID-19," kata Said.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020