Di satu sisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan untuk melarang semua mudik. Namun, kata Syahrul Aidi Maazad ,di sisi lain ada kebijakan-kebijakan pelonggaran atau relaksasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan.
"Kasihan petugas di lapangan. Mereka itu dalam menerapkan aturan bingung, masyarakat juga bingung. Nanti hilang kepercayaan pada pemerintah. Karena banyak terjadi cekcok di lapangan, 'kan? Ini kita hindari," ujar Syahrul melalui sambungan telepon kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Anggota Komisi V DPR RI itu mengatakan dalam rapat kerja virtual bersama Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Rabu (6/5), Fraksi PKS sudah menyampaikan kritik terhadap rencana relaksasi tersebut.
"Kawan-kawan Komisi V banyak menerima. Kendati demikian, tetap melakukan pengawasan. Kami dari PKS menolak relaksasi," ujar Syahrul.
Baca juga: Moda transportasi dibuka lagi, ini kata biro perjalanan daring
Baca juga: Mensesneg tegaskan mudik tetap dilarang
Ia mengatakan bahwa PKS menyetujui adanya kelonggaran bagi perjalanan kargo dan pejabat negara. Namun, tidak untuk kepentingan bisnis.
Menurut dia, memang ada beberapa item yang tidak boleh berhenti di kala kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan. Syahrul mencontohkan pekerjaan petugas kelistrikan.
"Petugas listrik yang bekerja 'kan harus dimobilisasi juga transportasi mereka," ujar Syahrul.
Namun, PKS mempertanyakan mengapa pemerintah melakukan relaksasi mudik bagi kepentingan bisnis?
Syahrul mencurigai kebijakan tersebut untuk mengakomodasi kepentingan pihak tertentu.
"Kami mencurigai ada kepentingan orang yang terganggu bisnisnya yang ingin diakomodasi," kata Syahrul.
Padahal, angka kasus COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Kalau sekarang sifatnya masih flat, di sejumlah daerah justru ada yang meningkat.
"Kalau ini nanti dilakukan relaksasi, lalu ada peningkatan jumlah korban terinfeksi, Pemerintah mengeluarkan banyak dana lagi 'kan? Kami berharap pemerintah satu suaralah, jangan membuat kebijakan membingungkan," kata Syahrul mengakhiri.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020