Perusahaan di Papua Barat kesulitan bayar THR

7 Mei 2020 20:38 WIB
Perusahaan di Papua Barat kesulitan bayar THR
Aktivitas bongkar muat di pelabuhan barang Manokwari tetap berjalan dalam kondisi pandemik COVID-19 melanda Indonesia. ANTARA/Toyiban

UMP Papua Barat tahun 2020 sebesar Rp3.134 633. Karyawan yang dirumahkan pada subsektor pariwisata dan perdagangan mendapat kompensasi setengah dari nilai itu. Subsektor tambang dan jasa yang tidak dapat kompensasi...,

Sebagian besar perusahaan di Provinsi Papua Barat menyatakan kesulitan membayar tunjangan hari raya  kepada karyawan akibat pandemi virus corona (COVID-19).

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Papua Barat, Frederik Saidui di Manokwari, Kamis,  sejak COVID-19 menyebar ke seluruh daerah produktivitas perusahaan menurun dan di sisi lain mereka harus menanggung beban biaya operasional yang cukup tinggi.

"Dari laporan sejumlah kabupaten dan kota di Papua Barat, sejauh ini sudah ada 6.823 karyawan dirumahkan. Bahkan ada 67 pekerja yang mengalami PHK (pemutusan hubungan kerja)," ucap Saidui.

Pada sektor formal di Manokwari terdapat 863 karyawan yang dirumahkan,  442 di antaranaya pada subsektor pariwisata, 205 subsektor perdagangan, 108 orang subsektor tambang, 108 pada subsektor jasa.
Baca juga: Menaker: Belum ada data perusahaan yang tidak mampu bayar THR

Para karyawan pada subsektor pariwisata dan perdagangan, sebut Saidui, mereka memperoleh kompensasi berupa upah sebesar 50 persen UMP Papua Barat. Sedangkan karyawan subsektor tambang dan jasa tidak memperoleh kompensasi sama sekali.

"UMP Papua Barat tahun 2020 sebesar Rp3.134 633. Karyawan yang dirumahkan pada subsektor pariwisata dan perdagangan mendapat kompensasi setengah dari nilai itu. Subsektor tambang dan jasa yang tidak dapat kompensasi," ujarnya lagi.

Sedangkan di Kabupaten Raja Ampat ada 386 karyawan yang dirumahkan dan seluruhnya bekerja di subsektor pariwisata. Di Kabupaten tersebut terdapat 18 orang karyawan mengalamibPHK.

"Tidak dapat dipungkiri, sektor pariwisata sangat terpukul akibat pandemi ini. Bukan hanya Raja Ampat, daerah lain di Indonesia pun mengalami hal yang sama," ujarnya lagi.

Di Kabupaten Sorong terdapat 257 karyawan telah dirumahkan. 14 orang bekerja di pertambangan, 202 orang di perusahaan industri, 31 orang di perusahaan perkebunan, 5 di usaha perikanan dan 5 orang usaha jasa. Sebagian dari mereka ada yang mendapatkan upah 50 persen UMP dan sebagian lainya tidak mendapatkan kompensasi.
Baca juga: Edaran Menaker buka peluang dialog soal THR

Di Kota Sorong terdapat 546 karyawan dirumahkan dan 47 mengalami PHK. Karyawan yang dirumahkan, 209 bekerja di perusahaan pariwisata, 28 orang perusahaan perdagangan, 36 orang di perusahaan jasa, 273 orang bekerja di sektor perikanan dan 17 orang di sektor lainya.

Berikutnya di Fakfak terdapat 125 karyawan dirumahkan. 108 bekerja sebagai TKBM dan 17 di perusahaan pariwisata. Di Kaimana terdapat 248 karyawan dirumahkan, 47 bekerja di perusahaan pariwisata dan 201 di perusahaan jasa TKBM.

"Di Kaimana ada 2 orang karyawan di-PHK. Kita semua prihatin dengan kondisi ini. Pemerintah pusat telah menyiapkan kartu prakerja, tapi di Papua Barat belum ada yang memperoleh karena link website yang disiapkan tidak bisa diakses," sebut Saidui.

Ia menambahkan, sektor informal di Papua Barat pun mengalami dampak yang sangat signifikan akibat pandemi ini. Daya beli masyarakat berkurang berimbas pada penurunan omset usaha makanan, ikan, jasa ojek, petani, nelayan dan lainnya.

"Dari pendataan sementara, pada sektor informal ada sekitar 123.000 orang yang mengalami dampak cukup serius," katanya.
Baca juga: PHRI akui kemungkinan tak semua hotel bisa bayar THR karyawan

Pewarta: Toyiban
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020