"Melihat datanya per 7 Mei 2020, di Surabaya masih tinggi pasien terkonfirmasi positifnya sehingga perlu langkah lebih agresif," ujar Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jawa Timur dr Joni Wahyuhadi di Surabaya, Jumat.
Meskipun demikian, menurut dia, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Surabaya Raya yang meliputi wilayah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan sebagian Gresik belum bisa dinyatakan gagal.
Direktur Utama RSUD dr Soetomo itu mengakui jumlah pasien yang terkonfirmasi positif maupun angka kematian di tiga daerah kabupaten/kota tersebut memang menunjukkan indeks peningkatan sejak hari pertama diberlakukan PSBB pada 28 April 2020.
Indeks itu, kata dia, berdasarkan data yang setiap hari diumumkan oleh Kementerian Kesehatan dan belum menjadi tolok ukur karena data yang diumumkan berasal dari kejadian beberapa hari sebelumnya.
Selain itu, lanjut dia, setidaknya berdasarkan indeks yang menunjukkan jumlah pasien positif COVID-19 dan angka kematian yang terus meningkat tersebut membuktikan bahwa masyarakat masih belum disiplin dalam menerapkan anjuran menjaga jarak fisik maupun menjaga jarak sosial, serta menjalankan pola hidup sehat.
"Masyarakat masih perlu disadarkan bahwa penyakit COVID-19 ini sangat mudah menular sehingga harus membantu memutus rantai penularannya dengan tidak keluar rumah serta menjalankan pola hidup sehat. Kalau terpaksa ada keperluan keluar rumah ya harus pakai masker," tuturnya.
Tercatat pada tanggal 28 April, atau hari pertama diterapkannya PSBB di Surabaya Raya, jumlah pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 di Kota Surabaya sebanyak 392 orang dan 54 orang meninggal dunia.
Di Kabupaten Sidoarjo 92 orang positif COVID-19 dan 12 orang meninggal dunia, serta di Kabupaten Gresik 24 orang positif dan empat orang meninggal dunia.
Hingga 7 Mei 2020, jumlah pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 di Kota Surabaya meningkat menjadi sebanyak 592 orang dan 78 orang meninggal dunia.
Di Kabupaten Sidoarjo 153 orang positif COVID-19 dan 16 orang meninggal dunia, serta di Gresik 37 orang positif dan enam orang meninggal dunia.
Sementara itu, Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jatim dr Kohar Hari Santoso menjelaskan update yang setiap hari diumumkan Kementerian Kesehatan tidak seiring dengan penjelasan kapan seseorang mulai tertular sehingga belum menjadi tolok ukur keberhasilan PSBB.
"Sebenarnya ada optimisme karena sejak awal diterapkan PSBB di Surabaya Raya berdasarkan neraca kapan seseorang mulai tertular menunjukkan grafik yang melandai. Itu karena ada jeda penularannya dari tiga hari sampai 15 hari. Tapi jangan terburu senang karena kalau masyarakat tidak disiplin maka grafiknya naik lagi," katanya.
Baca juga: NU nilai pemberlakuan PSBB di Surabaya belum efektif
Direktur Utama RSUD Saiful Anwar Malang tersebut memastikan jika masyarakat bisa disiplin sebenarnya pada Mei ini merupakan puncak kasus COVID-19.
Baca juga: Penindakan PSBB di Surabaya dilakukan secara bertahap
"Saat ini kami terus berupaya menekan agar puncak COVID-19 bisa terjadi pada Juni mendatang," tuturnya.
Baca juga: DPRD menilai dua sektor penentu keberhasilan PSBB di Surabaya
Agar prediksi puncak kasus COVID-19 dapat terwujud di bulan Juni, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak memerintahkan agar pemerintah kabupaten/kota di area PSBB Surabaya Raya terus meningkatkan sinergi dengan berbagai elemen untuk mendisiplinkan masyarakat.
"Untuk mengatakan penerapan PSBB di Surabaya Raya gagal, saya rasa parameternya belum bisa dibuktikan secara ilmiah. Namun demikian kami akan terus memaksimalkan seluruh elemen di tingkat provinsi dan juga kabupaten/kota untuk meningkatkan efektivitas dalam melaksanakan PSBB," katanya.
Pewarta: Fiqih Arfani/Hanif Nashrullah
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020
