Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berpotensi terjadi di musim kemarau akan meningkatkan risiko bahaya bagi penderita COVID-19.gejala COVID-19 dengan gejala ISPA itu sama tapi kalau di masa karhutla ISPA-nya akan naik
"Mungkin kecil ya kemungkinannya (penularannya). Cuma mungkin yang jadi masalah adalah tingkat atau derajat karhutla," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dr Wiendra Waworuntu dalam Konferensi Pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Guru Besar IPB ingatkan tidak lengah mengantisipasi potensi karhutla
Ia mengatakan penularan COVID-19 di masa karhutla, yang kemungkinan terjadi di musim kemarau, mungkin kecil karena virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit COVID-19, dapat mati pada suhu 80 derajat Celsius menurut WHO. Namun, karhutla dapat meningkatkan risiko bahaya bagi para penderita penyakit tersebut.
"Artinya panas yang tinggi itu sangat berbahaya untuk penderita COVID-19. Gejalanya itu sama saja, tetap demam. Gejala ISPA (yang biasa terjadi saat karhutla) dengan COVID-19 itu mirip. Jadi artinya gejala COVID-19 dengan gejala ISPA itu sama tapi kalau di masa karhutla ISPA-nya akan naik," kata dia.
Baca juga: KLHK catat penurunan hotspot di awal 2020 dibandingkan tahun lalu
Oleh karena itu, ia mengatakan petugas kesehatan perlu menyadari hal itu sehingga bisa melakukan upaya antisipasi dan menanganinya dengan baik sehingga kondisi pasien tidak akan memburuk akibat karhutla.
"Jangan sampai nanti karena menganggap ini hal yang sepele sehingga lupa kalau ini adalah pandemi COVID-19," kata dia.
Terkait protokol kesehatan, ia mengatakan di masa karhutla sama dengan protokol kesehatan dalam penanganan COVID-19. Protokol kesehatannya, Wiendra menyarankan untuk tetap di rumah saja, menjaga jarak 1-2 meter dan menghindari kerumunan.
Baca juga: BMKG prediksi puncak kemarau Agustus, daerah rawan karhutla waspada
Namun demikian, protokol kesehatan tentang perlunya menggunakan masker saat berada di luar, kata dia, masih perlu dicermati karena di masa karhutla, masker N95 dan juga masker bedah akan sangat diperlukan oleh masyarakat.
Sementara pada masa pandemi yang diperkirakan masih belum berakhir hingga datang potensi karhutla, penggunaan masker N95 dan masker bedah hanya diperuntukkan bagi tenaga medis yang berada di garda terdepan penanganan COVID-19.
"Ini yang perlu kita cermati terkait penggunaan masker. Akan banyak orang menggunakan masker, sementara seluruh dunia juga butuh masker," katanya.
Kemudian, Wiendra juga menyarankan perlunya juga perilaku hidup bersih dan sehat saat karhutla terjadi.
"Kemudian kita sarankan juga bekerja dari rumah, pembatasan kegiatan sosial, sarana transportasi dan tentu ini adalah kondisi yang perlu disesuaikan dengan epidemiologi daripada COVID-19. Yang mana kita sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar," katanya.
Baca juga: Pakar: Cegah beban ganda karhutla di tengah pandemi COVID-19
Pewarta: Katriana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020