"Kami mencatat pada 2020 ini, sejak Januari hingga Mei beberapa kabupaten dan kota di Sumsel dilanda banjir dan tanah longsir, namun yang tergolong cukup parah di tiga daerah tersebut yang mengakibatkan ratusan rumah rusak dan dua jembatan roboh," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel M Hairul Sobri di Palembang, Minggu.
Melihat data dan fakta tersebut, masyarakat dan instansi terkait diharapkan melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana ekologis yang selalu terjadi pada setiap musim hujan itu lebih maksimal lagi.
Kemudian untuk mencegah bencana ekologis tidak semakin parah, pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus mengendalikan bahkan bersikap tegas menghentikan investasi dan eksploitasi SDA, katanya.
Menurut dia, bencana ekologis karena akumulasi kerusakan akibat kesalahan pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam serta eksploitasi karena kepentingan industri.
Banyaknya korban dan kerugian yang disebabkan bencana ekologis tersebut menunjukkan telah terjadi ketidakseimbangan ekologis, yang kemudian memicu perubahan iklim.
Perubahan iklim menimbulkan bencana ekologis dengan dampak yang sangat luas dirasakan oleh masyarakat, kondisi tersebut menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan SDA di Sumsel.
Setelah banjir dan tanah longsor, menghadapi musim kemarau pada Juni 2020 hingga beberapa bulan ke depan instansi terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus mulai melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan bencana kabut asap, kata Sobri.
Baca juga: Belasan titik tanah longsor di OKU Selatan akibat hujan deras
Baca juga: Diterjang banjir, jembatan Desa Pulau Negara OKU Timur-Sumsel ambruk
Baca juga: Banjir bandang terjang empat kecamatan di OKU Selatan-Sumsel
Baca juga: Banjir kiriman di OKU Timur meluas
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020