Kepulangan para pekerja migran tersebut dimungkinkan setelah Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menerbitkan Surat Edaran Nomor 4/2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
"Dalam surat edaran itu memang dibuka kemungkinan kepulangan pekerja migran Indonesia, warga negara Indonesia, dan pelajar atau mahasiswa yang berada di luar negeri. Untuk itu perlu antisipasi serius dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di daerah asal mereka," ujar Lestari yang akrab disapa Rerie, dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu.
Baca juga: Wakil Ketua MPR ajak masyarakat saling peduli atasi COVID-19
Mengutip pernyataan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Rerie mengungkapkan sebanyak 34.300 pekerja migran Indonesia diperkirakan akan pulang kampung pada Mei hingga Juni 2020, akibat pandemi COVID-19 yang terjadi di seluruh dunia.
Selain mereka, Rerie menduga akan banyak pihak yang juga mencoba melanggar larangan mudik.
Melihat data Operasi Ketupat 2020, selama 15 hari (24 April-8 Mei 2020), Polri meminta 35.945 kendaraan untuk putar balik. Mereka diminta putar balik karena terindikasi kuat hendak melakukan perjalanan mudik.
Berkaca dari kondisi itu, Rerie mengingatkan pemerintah pusat dan daerah mengantisipasinya dengan sanksi tegas dan kesiapan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Baca juga: COVID-19, Wakil Ketua MPR: Atasi dengan membangun solidaritas
Penerapan protokol kesehatan yang ketat, kata dia, tentunya juga harus didukung persiapan peralatan kesehatan dan tenaga medis memadai di daerah.
"Sebab, bila sejumlah kelengkapan alat dan tenaga medis serta protokol kesehatan yang diterapkan tidak memadai, potensi ledakan penyebaran COVID-19 di daerah akan semakin besar," ujarnya.
Menurut Rerie, saat ini dibutuhkan upaya segera kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menginventarisasi kesiapan sarana dan prasarana kesehatan di setiap daerah asal para pekerja migran tersebut.
"Sehingga bila ada kekurangan tenaga dan peralatan medis di satu daerah, bisa segera diperbantukan dari daerah lain," ujar politikus Partai NasDem itu.
Di sisi lain, Rerie juga menyoroti sikap masyarakat yang mulai terlihat kurang disiplin dalam penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
Baca juga: Wakil Ketua MPR ingatkan perlu konsistensi redam COVID-19
Kajian pelonggaran kebijakan yang beredar di tengah masyarakat, kata Rerie, sepertinya dimaknai masyarakat bahwa ancaman virus korona akan berakhir, padahal data Gugus Tugas Penanganan COVID-19 masih terus menunjukkan penambahan jumlah positif COVID-19.
Data Sabtu (9/5) menunjukkan penambahan positif COVID-19 mencapai 533 kasus, tertinggi sejak Maret 2020.
"Dari hari ke hari, sejumlah ruas jalan dan sudut-sudut kota di Jakarta mulai ramai dengan aktivitas masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan, tanpa masker, tidak jaga jarak," ujarnya.
Belum lagi setelah transportasi umum diperbolehkan beroperasi kembali pada Kamis (7/5), kata dia, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, kedapatan 11 penumpang dari luar negeri positif COVID-19.
Baca juga: Wakil Ketua MPR minta pemerintah pusat dan daerah koordinasi bansos
"Itu artinya ancaman penyebaran dan penularan COVID-19 di Tanah Air masih besar dan dengan diizinkannya operasional angkutan umum risiko penyebarannya juga semakin meningkat," tegasnya.
Dengan kondisi tersebut, Rerie meminta masyarakat menghadapinya dengan kewaspadaan yang semakin tinggi, bukan malah mengabaikan protokol kesehatan dalam menghadapi COVID-19.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020