• Beranda
  • Berita
  • Airlangga: Penyimpangan BPJS Kesehatan diselesaikan mandiri

Airlangga: Penyimpangan BPJS Kesehatan diselesaikan mandiri

18 Mei 2020 17:30 WIB
Airlangga: Penyimpangan BPJS Kesehatan diselesaikan mandiri
Airlangga Hartarto. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pri
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan dugaan penyimpangan (fraud) di tubuh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dapat diselesaikan sendiri oleh lembaga tersebut.

"Mengenai fraud seperti kemarin revisi pergantian akibat putusan MA dan dalam pergantian tersebut sesuai keputusan MA khusus kelas III tidak ada kenaikan tarif, fraud ditindaklanjuti di governance (tata kelola) BPJS kesehatan itu sendiri," kata Airlangga di kantornya di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, KPK berharap pemerintah dapat meninjau kembali keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Alasannya adalah karena akar masalah defisit BPJS disebabkan karena permasalahan inefisiensi dan penyimpangan  fraud sehingga kenaikan iuran BPJS tanpa ada perbaikan tata kelola BPJS tidak akan menyelesaikan masalah.

Baca juga: Perpres kenaikan iuran BPJS Kesehatan berpotensi digugat kembali
Baca juga: Anggota DPR minta iuran BPJS jangan dinaikkan


Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditetapkan pada 5 Mei 2020, iuran peserta mandiri kelas I naik 87,5 persen dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu dan kelas II naik 96,07 persen dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu.

Selanjutnya iuran peserta mandiri kelas III baru akan naik tahun depan. Pemerintah menaikkan iuran peserta mandiri kelas III sebesar 37,25 persen dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu.

"Perlu diketahui bahwa ada 132,6 juta orang yang miskin dan tidak mampu adalah peserta BPJS kesehatan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) secara gratis dengan layanan setara kelas III," ungkap Airlangga.

Menurut Airlangga, pemerintah membayarkan sebesar Rp42 ribu per orang per bulan untuk 132,6 juta orang itu melalui APBN yaitu terdiri atas Penerima Bantuan Iuran (PBI) ada 96,6 juta orang setara Rp4 triliun per bulan atau senilai total Rp24,3 triiun untuk 6 bulan.

Selanjutnya ada juga yang ditanggung pemerintah daerah melalui APBD sebanyak 36 juta orang sehingga total yang dibayarkan pemerintah daerah adalah Rp1,5 triliun per bulan atau totalnya Rp9 triliun untuk 6 bulan.

"Sedangkan kelas 3 lain yaitu 21 juta kelompok pekerja mandiri bukan penerima upah, subsidinya juga diberikan pemerintah. Iuran mereka tidak naik yaitu Rp25.500 per orang per bulan. Pekerja mandiri itu sebanyak 21,6 juta orang disubsidi pemerintah senilai Rp16.500 total besarannya Rp356 miliar per bulan atau 6 bulan Rp2,13 triliun," ungkap Airlangga.

Subsidi tersebut diberikan untuk para pekerja penerima upah (PPU) dan Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI Polri sebesar Rp11,1 triliun dan penerima bantuan iuran BPI JKN senilai Rp48,1 triliun.

"Sedangkan untuk masyarakat peserta kelas 1 dan kelas 2 tentu adalah mereka yang dibayar langsung, masyarakat bisa memilih apakah di kelas 1 atau kelas 2," tambah Airlangga.

Baca juga: KPK kembali ingatkan soal rekomendasi atasi defisit BPJS Kesehatan
Baca juga: Iuran BPJS naik, NasDem ingatkan kajian KPK


Sebelumnya KPK menyatakan solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan karena akar masalah defisit BPJS yaitu permasalahan inefisiensi dan penyimpangan (fraud)

Ada 6 alternatif solusi yang ditawarkan KPK yang menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan untuk menekan beban biaya yang harus ditanggung BPJS Kesehatan sehingga tidak mengalami defisit.

Solusi pertama, pemerintah c.q Kementerian Kesehatan harus menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK); kedua, pemerintah melakukan penertiban kelas Rumah Sakit; ketiga, pemerintah mengimplementasikan kebijakan urun biaya (co-payment) untuk peserta mandiri sebagaimana diatur dalam Permenkes 51 tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.

Solusi keempat, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan; kelima, mengakselerasi implementasi kebijakan coordination of benefit (COB) dengan asuransi kesehatan swasta dan keenam terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK merekomendasikan agar pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.

"KPK berkeyakinan jika rekomendasi KPK dijalankan terlebih dahulu untuk menyelesaikan persoalan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan, akan dapat menutup defisit BPJS Kesehatan," kata Wakil Ketua KPK Nuruf Ghufron.

Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan naik, KPK berharap pemerintah tinjau kembali
Baca juga: KSPI akan ajukan "judicial review" Perpres Jaminan Kesehatan
Baca juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan diminta pertimbangkan kemampuan rakyat

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020