• Beranda
  • Berita
  • COVID-19 menjadi momen keluar dari ketergantungan impor alat kesehatan

COVID-19 menjadi momen keluar dari ketergantungan impor alat kesehatan

19 Mei 2020 21:12 WIB
COVID-19 menjadi momen keluar dari ketergantungan impor alat kesehatan
Ketua Dewan Pembina The Habibie Center, Ilham A Habibie. ANTARA/Boyke Ledy Watra/aa.

Ada tren untuk menurunkan, mengurangi globalisasi dan memperkuat lokal

Ketua Dewan Pembina The Habibie Center, Ilham A Habibie menilai bahwa pandemi COVID-19 menjadi momentum Indonesia untuk berupaya keluar dari ketergantungan impor, terutama bidang kesehatan.

"Pandemi COVID-19 ini sangat kelihatan bahwasannya alat kesehatan adalah salah satu industri strategis dan sangat fundamental. Ada tren untuk menurunkan, mengurangi globalisasi dan memperkuat lokal," ujar Ilham A Habibie dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.

Dalam keadaan COVID-19 ini, lanjut dia, hampir aktivitas ekspor dan impor tidak berjalan dengan baik, dan tidak ada banyak alternatif kerja sama dengan negara lain untuk mendapatkan alat kesehatan.

"Kita yang harus membuat sendiri, ada ventilator dan alat lain, saya kira itu contohnya," ucapnya.

Ia mengharapkan ada keseimbangan antara barang impor dan lokal dalam industri sehingga Indonesia tidak terlalu bergantung pada impor. Setidaknya sekitar 90 persen komponen alat kesehatan masih diimpor.

"Bahwasanya mempunyai satu ketahanan nasional di bidang yang dianggap strategis atau hal yang fundamental harus menjadi fokus dan diseriuskan, salah satunya mencakup hal-hal alat kesehatan," katanya.

Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), Syarif Hidayat menyampaikan bahwa tim Institut Teknologi Bandung (ITB) telah berhasil membuat ventilator dengan tingkat kegawatan menengah.

"Komponen utama semuanya sudah buatan sendiri. Misal, blower utama sudah buatan sendiri dan dipatenkan, lalu sensor tekanan termasuk sistem pentingnya sendiri juga sudah dipatenkan. Lalu yang dipatenkan lagi adalah sistem kontrol yang berfungsi sebagai pembunuh virus, itu fitur yang tidak ada pada ventilator umumnya," paparnya.

Selain itu, lanjut dia, tim ITB juga membuat sistem pemanas dan pelembab, selang pernapasan hingga masker ventilator dibuat lokal. Namun, komponen elektronik masih impor.

"Jadi kalau saya klaim Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)-nya di atas 75 persen rasanya cukup, karena hanya komponen elektronik yang impor," ucapnya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan (Aspaki), Ahyahuddin Sodri mengatakan terdapat tiga hal untuk mendukung pengembangan ventilator di dalam negeri, yakni komprehensif, terstruktur, dan keberlanjutan.

"Itu diperlukan dalam rangka pengembangan industri alat kesehatan dari hulu sampai hilir," katanya.

Ia meminta pemerintah tidak hanya mengandalkan Kementerian Kesehatan namun juga perlu melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, hingga instansi pemerintah terkait produksi alat kesehatan sehingga berkelanjutan.

"Saat ini, pengembangan industri, termasuk alat kesehatan selalu terhambat karena kebijakan yang selalu berubah jika pemimpinnya juga berubah," ucapnya.

Baca juga: The Habibie Center desak pemerintah pertimbangkan lockdown
Baca juga: Erick Thohir sedih mayoritas bahan baku obat dan alkes masih impor

 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020