Mahkamah Konstitusi menyatakan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) merupakan salah satu undang-undang yang paling sering dimohonkan untuk diuji sejak diundangkan.UU ASN menjadi salah satu UU yang paling sering diuji di MK. Sejak UU ASN diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014, setidaknya telah 14 permohonan diajukan oleh berbagai kalangan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi
"UU ASN menjadi salah satu UU yang paling sering diuji di MK. Sejak UU ASN diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014, setidaknya telah 14 permohonan diajukan oleh berbagai kalangan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.
Baca juga: MK tolak permohonan honorer diangkat menjadi PNS
Menurut Mahkamah Konstitusi, regulasi manajemen ASN yang saat ini sudah berlaku memang memerlukan waktu yang cukup untuk dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dalam putusan, Mahkamah Konstitusi menyebut salah satu pertimbangan mendasar dibentuknya UU ASN adalah kebutuhan membangun ASN yang memiliki integritas, profesional, netral, bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Selain itu, juga agar ASN mampu menyelenggarakan pelayanan publik dan menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Baca juga: Tenaga honorer gugat UU ASN ke MK
Terkait permohonan pegawai honorer yang ditolak MK dalam sidang itu, Mahkamah Konstitusi menilai norma UU ASN yang dimohonkan pengujian berkenaan langsung dengan status pegawai honorer yang menurut pemohon menyebabkan hak konstitusional pemohon dirugikan .
Kerugian yang didalilkan dialami adalah hilangnya kesempatan para pemohon untuk menjadi CPNS.
Sementara atas dalil pemohon itu, Mahkamah Konstitusi menilai tidak beralasan menurut hukum sehingga ditolak.
Baca juga: Komisi II DPR undang tiga profesor dalam RDPU terkait revisi UU ASN
Baca juga: Honorer K2 sambut gembira rencana revisi UU ASN
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020