dengan pertumbuhan usaha bisa mencatat imbal hasil investasi yang sehat. Sisi keuangan yang solid, dukungan tim agency, distribusi produk yang beragam, bisnis dana pensiuan serta manajemen aset yang kuat, menjadi modal menghadapi tantangan ke depan
Manulife Indonesia optimistis mampu mempertahankan kinerja keuangan yang positif pada 2020, meskipun industri asuransi jiwa nasional dibayangi dampak negatif dari pandemi COVID-19.
“Kami meyakini dengan pertumbuhan usaha bisa mencatat imbal hasil investasi yang sehat. Sisi keuangan yang solid, dukungan tim agency, distribusi produk yang beragam, bisnis dana pensiuan serta manajemen aset yang kuat, menjadi modal perusahaan untuk menghadapi tantangan ke depan,” kata kata Direktur dan CEO Manulife Indonesia Ryan Charland, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, hingga 8 Mei 2020 Manulife Indonesia telah membayarkan klaim khusus COVID-19 sebesar Rp4,6 miliar.
Keyakinan perusahaan mampu menghadapi persoalan dalam industri asuransi tercermin dari kinerja keuangan yang baik pada tahun 2019.
Sepanjang 2019, Manulife Indonesia membukukan pendapatan bersih sebesar Rp12,7 triliun atau naik 11,4 persen dari 2018, dengan pendapatan bersih investasi 2019 tercatat sebesar Rp3,1 triliun atau lebih tinggi dibandingkan 2018 yang sebesar Rp1 triliun.
Sedangkan pembayaran klaim asuransi, nilai tunai penyerahan polis, anuitas, dan manfaat yang dibayarkan pada 2019 sebesar Rp5,8 triliun. Jumlah tersebut sama dengan Rp16 miliar per hari atau Rp664 juta per jam.
Pada akhir 2019 ekuitas Manulife tumbuh sebesar 25 persen menjadi Rp 14,4 triliun, jumlah premi bisnis baru juga meningkat 7 persen dari Rp3,5 triliun menjadi Rp3,8 triliun, sedangkan penjualan produk investasi dan aset yang dikelola masing-masing tumbuh 20 persen menjadi Rp2 triliun dan 9 persen menjadi Rp72 triliun.
“Kinerja positif pada 2019 menunjukkan keunggulan dari keragaman bisnis Manulife dan selanjutnya tetap mampu melayani nasabah dengan optimal,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat asuransi Maryoso Sumaryono memprediksi akibat pandemi COVID-19 menyebabkan pertumbuhan premi industri asuransi jiwa hingga akhir 2020 akan bergerak negatif 10-20 persen. COVID-19 membuat orang kehilangan pendapatan sehingga daya beli tak ada.
Meski begitu, ia tetap meyakini asuransi jiwa merupakan pilihan utama masyarakat karena menjadi kebutuhan orang saat ini.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan pertumbuhan industri asuransi jiwa pada Maret 2020 terkoreksi 13,8 persen year on year, lebih rendah dari data Desember 2019 yakni minus 0,38 persen.
Sedangkan, rasio solvabilitas (Risk Based Capital/RBC) industri asuransi jiwa masih jauh di atas batas minimal yakni 120 persen.
Data OJK menunjukkan, RBC asuransi jiwa per Maret 2020 sebesar 642,7 persen, lebih rendah dibandingkan posisi Desember 2019 yang sebesar 789 persen.
Di tengah pencapaian kinerja 2019 yang terkoreksi dan terpaan COVID-19, industri asuransi jiwa tetap berkomitmen melayani nasabah sesuai polis mereka.
Baca juga: OJK: Premi asuransi jiwa tumbuh minus 13,8 persen triwulan I 2020
Baca juga: AAJI sebut penundaan pembayaran premi dampak COVID-19 tidak wajib
Baca juga: AAJI minta OJK relaksasi tanda tangan digital antisipasi COVID-19
Baca juga: Pendapatan industri asuransi jiwa 2019 melonjak 18,7 persen
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020