Salah satu upaya yang dilakukan Pemko Banda Aceh dengan moto untuk menyelamatkan penduduk dari paparan wabah virus mematikan itu, seperti membuat Peraturan Wali Kota Banda Aceh Nomor 24 tentang Penggunaan Masker dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Tiga hari jelang perayaan Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah, Banda Aceh cukup padat. Kendaraan lalu lalang, beragam aktivitas dilakukan masyarakat seperti biasanya. Terlihat warga menutup mulut dan hidung dengan masker, meskipun ada juga yang tak pakai.
"Saya kalau keluar dari bengkel selalu pakai masker, orang pakai kita ya pakai juga, untuk mencegah," kata pekerja bengkel Syahdan, di kawasan Peunayong, Banda Aceh, Kamis.
Baca juga: Kenduri Nuzulul Quran di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: 506 pekerja di Banda Aceh dirumahkan dampak COVID-19
Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah kota juga telah mulai melakukan razia terhadap masyarakat yang tidak menggunakan masker, sekaligus membagikan masker berbahan kain kepada warga. "Tiga hari lalu ada razia (masker, red), diingatkan saja, pak pakai masker ya untuk mencegah virus corona, dikasih dua masker ke saya," ujarnya.
Pandemi COVID-19 belum berakhir. Indonesia terus mencatat penambahan kasus warga yang terkonfirmasi positif virus yang bersumber dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Pemerintah pusat hingga daerah di seluruh Indonesia terus melakukan langkah-langkah dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19 yang begitu masif.
Sejak muncul pasien positif pertama di Indonesia pada awal Maret lalu, pemerintah mulai gencar mengampanyekan jaga jarak, aksi penyemprotan cairan disinfektan, disiplin mencuci tangan pakai sabun, hingga mewajibkan warga menggunakan masker.
Kini, tercatat 20.162 jiwa masyarakat Indonesia positif corona, dengan rincian 14.046 diantaranya masih mendapatkan perawatan medis, 4.838 telah dinyatakan sembuh dan 1.278 telah meninggal dunia.
Baca juga: Dua hari tak ada penambahan positif COVID-19 di Aceh
Baca juga: Cegah COVID-19 di Aceh, Bunda PAUD "gampong" diminta aktif sosialisasi
Begitu juga dengan Provinsi Aceh, yang telah melaporkan 18 kasus positif, dengan rincian 15 dinyatakan sembuh, dua pasien masih dalam perawatan, dan satu orang meninggal dunia saat masih dalam status pasien dalam pengawasan (PDP), akhirnya juga terkonfirmasi positif.
Sebagai ibukota provinsi, Banda Aceh gencar melakukan upaya antisipasi, seiring warga yang terus berdatangan melalui Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh Besar ke ibukota. Apalagi, aktivitas perekonomian masyarakat terpusat di Banda Aceh.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengatakan Perwal itu sebagai ikhtiar pemerintah dalam memutus rantai penyebaran COVID-19. Pesannya, setiap warga wajib pakai masker ketika keluar rumah.
"Perwal ini kita keluarkan untuk kebaikan bersama agar kita semua terhindar dari wabah corona. Inilah ikhtiar kita sembari terus berdoa kepada Allah SWT semoga pandemi ini segera berlalu dari negeri kita tercinta," katanya, pekan lalu.
Perwal sudah mulai berlaku secara efektif pada akhir pekan lalu. Petugas gabungan dari Pemko Banda Aceh juga mulai melakukan razia terhadap warga yang tidak memakai masker ketika beraktivitas di luar rumah.
Aminullah mengatakan Perwal itu sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19 dan bagi warga yang melanggar juga akan dikenakan sanksi mulai peringatan, hingga pada penarikan kartu identitas penduduk (KTP) untuk sementara waktu.
"Sanksinya mulai dari peringatan tertulis yang disertai pencatatan identitas, tidak diberikan pelayanan pada fasilitas publik, hingga penarikan sementara identitas kependudukan bagi yang melakukan pelanggaran secara berulang," ujarnya.
Perwal tersebut tidak hanya berlaku bagi warga Banda Aceh, tetapi juga bagi para pendatang atau warga dari luar kota. Ia mengatakan masker yang digunakan meliputi masker N95, masker biasa atau masker bedah, dan masker kain.
Sebelum menerapkan Perwal secara efektif, diikuti tindak lanjut untuk lakukan razia, Pemko Banda Aceh telah lebih dulu menyosialisasikan kepada warga melalui media massa dan sosial, baliho, serta pengumuman di gampong-gampong atau desa.
"Untuk yang ber-KTP luar kota dan melakukan pelanggaran secara berulang, maka yang bersangkutan diharuskan keluar dari Kota Banda Aceh," ujarnya.
Lebih lanjut, wali kota mengatakan Perwal wajib masker diterbitkan mengingat masih banyak warga yang mengabaikan protokol kesehatan dalam mencegah penyebaran corona, terutama mereka yang tidak mengenakan masker saat beraktivitas keluar rumah.
Baca juga: Selama bertugas, perawat COVID-19 di Nagan Raya belum terima bantuan
"Aturan ini demi keselamatan kita semua. Saya berharap masyarakat bisa mematuhinya, kita akan kawal Perwal ini dengan melakukan patroli serta menindak warga yang membandel," ujarnya.
Pemko Banda Aceh juga akan terus melakukan pembinaan kepada masyarakat, berupa sosialisasi maupun pembagian masker. Wali kota juga mengimbau seluruh masyarakat agar disiplin menjaga jarak saat beraktivitas. "Saya harapkan dukungan masyarakat dan semua pihak demi Banda Aceh dapat cepat terbebas dari COVID-19," ujarnya.
Belum efektif
Warga Kecamatan Lueng Bata, Permana mengatakan langkah yang tepat Pemko Banda Aceh mengeluarkan Perwal tersebut, mengingat masker sangat penting untuk langkah pencegahan wabah yang telah berstatus pandemi.
Namun, kata dia, pemberlakuan peraturan wajib masker di Banda Aceh belum berjalan sepenuhnya, lantaran masih banyak warga di tempat-tempat umum yang tidak mempedulikan masker atau membawa masker tapi tak dipakai.
"Jadi ini sama saja. Aturan wajib masker belum berjalan efektif. Pemerintah perlu memikirkan cara-cara lain yang efektif, bila perlu lakukan pembatasan sosial di pasar-pasar, pusat perbelanjaan, warung kopi, atau cafe," ujarnya.
Baca juga: Aceh siapkan 10 ribu paket sembako untuk warga Aceh di Malaysia
Pemerintah, kata dia, tidak hanya melakukan upaya mencegah corona dengan cara pembatasan sosial tempat ibadah. "Jangan cuma melarang masyarakat beribadah di masjid," katanya.
Perketat pengawasan
Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh menilai Pemko Banda Aceh harus lebih memperketat pengawasan terhadap masyarakat untuk selalu memakai masker ketika beraktivitas di luar rumah, bila perlu para pelanggar diberikan denda.
"Artinya ada punishment (hukuman) yang tidak pakai masker, kan demi kemaslahatan masyarakat ya, jadi pakai masker ini penting," kata Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman.
Pihaknya sangat mendukung regulasi yang dikeluarkan berupa Peraturan Wali Kota Banda Aceh tentang penggunaan masker dalam pencegahan penyebaran COVID-19. Meskipun dalam penerapannya masih belum efektif.
Dia menjelaskan, pascaberlaku efektif sejak beberapa hari lalu, terlihat masih banyak masyarakat yang enggan menggunakan masker ketika keluar rumah.
Baca juga: Polda Aceh bagikan sembako untuk masyarakat di pulau terluar
Berbagai alasan yang diungkapkan warga, ada yang menyebutkan bahwa ketika menggunakan masker terasa susah untuk bernafas, dan bermacam alasan lainnya. "Tapi ini masalah kebiasaan sebenarnya, kalau semakin biasa, ya tidak akan terganggu. Apalagi, ada konsep new normal, salah satu dalam konsep new normal itu kita bisa keluar tapi pakai masker," ujarnya.
IDI Aceh sangat mendukung Perwal yang sekaligus diikuti dengan tindak lanjut pengawasan berupa razia bagi warga yang tidak menggunakan masker, baik di pasar, cafe, warung kopi dan sejumlah tempat umum lainnya.
Seyogyanya, lanjut Safrizal, setiap warga membawa masker saat mereka ke luar rumah, seperti saat pergi ke warung kopi atau cafe.
Namun, maskernya tidak dipakai, melainkan disimpan dalam kantong celana atau tergantung di leher. Tindakan seperti itu yang sangat disayangkan, mengingat wabah COVID-19 bukan perkara mainan.
"Memang harus dicari denda atau hukuman yang kemudian lebih konstruktif. Beberapa negara maju, di Australia mereka menerapkan denda juga, kalau tidak ada denda masyarakat bandel, apalagi negara sedang berkembang seperti kita," katanya.
Baca juga: Gunakan dana desa, 4.115 desa di Aceh bentuk tim tanggap COVID-19
Menurut dia, dalam penerapan suatu peraturan yang baru memang harus memiliki kesabaran yang tinggi. Ia menilai ketika Perwal itu terus berlanjut dengan pengawasan yang ketat, akan menjadi suatu kebiasaan.
"Artinya, memang butuh kesabaran paling penting. Suatu kebijakan yang baru itu tidak serta merta diikuti, tapi hari ke hari bertambah banyak mengikuti sehingga lama-lama menjadi budaya," katanya.
Pewarta: Khalis Surry
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020