• Beranda
  • Berita
  • Akademisi: Jangan sampai ada klaster pilkada dalam penyebaran COVID-19

Akademisi: Jangan sampai ada klaster pilkada dalam penyebaran COVID-19

22 Mei 2020 12:55 WIB
Akademisi: Jangan sampai ada klaster pilkada dalam penyebaran COVID-19
Dosen FISIP Unsoed Purwokerto Ahmad Sabiq. ANTARA/Sumarwoto
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Ahmad Sabiq mengharapkan tahapan pemilihan kepala daerah yang akan dilanjutkan kembali mulai awal Juni 2020 tidak memicu terjadinya klaster baru dalam penyebaran COVID-19.

"Jangan sampai ada klaster pilkada dalam penyebaran COVID-19," kata pengampu mata kuliah Teori Partai Politik dan Sistem Pemilu FISIP Unsoed itu saat dihubungi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.

Sabiq mengatakan hal itu terkait dengan rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanjutkan kembali tahapan Pilkada Serentak 2020 pada tanggal 6 Juni setelah sempat tertunda akibat pandemi COVID-19.

Baca juga: Menkes sarankan tahapan Pilkada ditetapkan setelah pandemi berakhir

Menurut dia, apa yang disampaikan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto agar tahapan pilkada serentak tersebut ditunda hingga berakhirnya pandemi COVID-19 itu merupakan saran yang benar.

"Kalau pandangan saya, pandemi (COVID-19) ini kan belum berakhir. Apa yang dikatakan Menkes itu betul. Bahkan, kalau kita lihat trennya di tingkat nasional cenderung naik," katanya.

Menurut dia, KPU sebaiknya lebih mengutamakan untuk mementingkan keselamatan jiwa karena sudah ada bukti-bukti kesehatan ditambah dengan saran dari Menkes, sehingga sebaiknya tahapan pilkada tersebut ditunda lebih dahulu.

"Artinya, tidak ada sesuatu yang mendesak dan kemudian harus tetap dilaksanakan. Tidak ada alasan yang kemudian membuat itu tetap dilaksanakan di tengah pandemi. Apalagi dari sisi regulasi memungkinkan untuk ditunda lagi saat situasi memang belum aman," jelasnya.

Baca juga: Pemerintah terbitkan Perppu penundaan pilkada

Ia mengatakan jika tahapan pilkada kembali dilanjutkan pada tanggal 6 Juni 2020 itu merupakan keputusan yang terlalu tergesa-gesa.

Selain itu, kata dia, harus dilihat bahwa situasi saat sekarang memang sedang tidak dalam kondisi normal sehingga hal itu harus dipertimbangkan oleh KPU.

"Jangan sampai nanti ada klaster pilkada (dalam penyebaran COVID-19). Apalagi sudah ada beberapa opsi penundaan pilkada hingga Desember 2020, Maret 2021, atau September 2021, sehingga bisa dipilih yang paling aman bagi semua 'stakeholder' pilkada," katanya.

Seperti diwartakan ANTARA, KPU merencanakan tahapan Pilkada Serentak 2020 yang sempat tertunda dimulai kembali pada tanggal 6 Juni.

"Jadwalnya kalau semula kami rancang 30 Mei itu sudah dimulai. Akan tetapi, karena kemarin perppunya juga agak mundur, terus dimundurkan jadi 6 Juni, mohon bisa diberikan pandangan-pandangannya," kata Ketua KPU RI Arief Budiman dalam uji publik daring Rancangan Peraturan KPU tentang Perubahan Tahapan di Jakarta, Sabtu (16/5).

Baca juga: Komnas HAM minta Presiden terbitkan perppu penundaan pilkada

Baca juga: Bawaslu sebut perlu APD jika pilkada digelar Desember 2020


Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi memaparkan pada tahapan pilkada lanjutan yang akan dimulai 6 Juni 2020 tersebut penyelenggara akan mengaktifkan kembali badan ad hoc yang telah direkrut sebelumnya.

"Pada tanggal 6 Juni itu bisa kami lanjut kerja panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS), itu terhitung sejak diaktifkan kembali," katanya.

Menurut Pramono, PPK dan PPS sebenarnya sudah direkrut pada bulan Maret 2020. Namun, masa kerjanya dihentikan sementara karena adanya penundaan tahapan.

Pada tanggal 13 Juni, KPU merencanakan merekrut petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP). Awalnya rencana pembentukan PPDP itu pada tanggal 26 Maret 2020.

Baca juga: Komisi II DPR RI sepakati penundaan Pilkada Serentak 2020

Baca juga: Kemarin, Presiden terkait bansos hingga tahapan pilkada mulai Juni

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020