• Beranda
  • Berita
  • ASEAN Center for Biodiversity sebut perubahan transformatif keharusan

ASEAN Center for Biodiversity sebut perubahan transformatif keharusan

22 Mei 2020 14:27 WIB
ASEAN Center for Biodiversity sebut perubahan transformatif keharusan
A black-naped oriole (Oriolus chinensis) feeding its young in Jenjarom near Klang, Malaysia. (ANTARA/HO-ACB/Chen Soon Ling)

kesehatan manusia sangat bergantung pada kesehatan lingkungan

Direktur Eksekurif ASEAN Center for Biodiversity (ACB) Theresa Mundita S Lim menegaskan perubahan transformatif bukan lagi sekedar opsi namun suatu keharusan untuk melindungi keanekaragaman hayati.

Lim dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan konservasi keanekaragaman hayati tidak hanya akan mencegah tetapi juga menawarkan solusi harapan sebagai sumber penyembuhan atau obat untuk berbagai penyakit zoonosis di masa depan, namun juga memberikan jawaban untuk ketahanan pangan dan air di masa depan.

Baca juga: Seruan perlindungan alam di tengah krisis COVID-19

"Sampai kita dapat menyadari bahwa solusi persoalan kita adalah keanekaragaman hayati, di alam, kita tidak akan pernah dapat mencapai perubahan transformatif yang kita butuhkan untuk bertahan hidup dari krisis kesehatan lain," ujar dia terkait dengan peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Dunia 2020.

Terlepas dari ancaman besar yang ditimbulkan pandemi COVID-19 terhadap kesehatan masyarakat, 2020 tetap menjadi "Tahun Super untuk Alam dan Keanekaragaman Hayati", karena semua pihak diingatkan tentang bagaimana umat manusia berkaitan erat dengan ekosistem di lingkungan hidupnya dan semua komponen lainnya.

Baca juga: Bentuk "biodiversity warrior" lima universitas digandeng KEHATI

"Memang, apa yang menjadi lebih jelas dan lebih gamblang adalah kenyataan bahwa kesehatan manusia sangat bergantung pada kesehatan lingkungan," tegas Lim.

ACB, ujar dia, mendukung negara-negara anggota ASEAN dalam upaya meningkatkan pertimbangan keanekaragaman hayati dalam agenda regional dan nasional, dan khususnya pada saat ini berkaitan dengan bidang kesehatan masyarakat ketika semua negara sedang mempertimbangkan beralih ke apa yang disebut "normal baru."

"Kita juga melihat sinergi yang lebih kuat dengan dan di antara pemerintah daerah, di daerah pedesaan, pinggiran kota, dan perkotaan, karena kita menghargai peran mereka sebagai pembuat kebijakan utama, pelaksana, dan garis pertahanan pertama kita," lanjutnya.

Baca juga: Indonesia dorong isu konservasi menjadi dasar kebijakan

Selain itu, Lim mengatakan melalui kemitraan kuat yang dibina di ASEAN, setiap negara anggota dapat menunjukkan bahwa jika mereka bekerja bersama untuk menyembuhkan Bumi, salah satunya pulih dari momok pandemi COVID-19.

Pada Hari Keanekaragaman Hayati Dunia, Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN berdiri dalam solidaritas dengan komunitas global dalam mengatasi tantangan lingkungan yang sedang dihadapi saat ini.

Tema peringatan kali ini yakni “Solusi kami ada di alam", selaras dengan tekad ASEAN untuk memastikan konservasi dan pengelolaan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan di kawasan.

Baca juga: Amankan potensi kehati, LIPI siapkan peta zoonosis di Indonesia

Tahun 2020 ini telah diumumkan sebelumnya sebagai "Tahun Super untuk Alam" ketika satu dekade PBB Rencana Strategis untuk Keanekaragaman Hayati 2011-2020 akan berakhir.

Pemerintah di seluruh dunia seharusnya mencatat pencapaian dan tantangan mereka dalam pelaksanaan Konvensi Keanekaragaman Hayati di Kunming, China, dan bernegosiasi untuk kerangka kerja keanekaragaman hayati global pasca-2020 yang menjabarkan rencana berani untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya keanekaragaman hayati namun tertunda dengan merebaknya COVID-19.

Baca juga: Walhi: Hidup di normal baru pascapandemi COVID-19 tidak bisa egois

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020