• Beranda
  • Berita
  • Matahari di atas Ka'bah adalah kejadian umum karena peredaran Bumi

Matahari di atas Ka'bah adalah kejadian umum karena peredaran Bumi

26 Mei 2020 17:55 WIB
Matahari di atas Ka'bah adalah kejadian umum karena peredaran Bumi
Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, Saudi Arabia. ANTARA/Hanni Sofia/am.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan peristiwa Matahari berada tepat di atas Ka'bah pada 27 dan 28 Mei 2020 merupakan kejadian biasa yang terjadi karena peredaran Bumi yang mengelilingi Matahari.

"Itu sebetulnya memang kejadian biasa saja karena memang peredaran Bumi mengelilingi Matahari sehingga pada tanggal-tanggal tertentu Matahari akan berada di atas Ka'bah," kata Kepala Bidang Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Hendra Suwarta melalui sambungan telepon kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan peristiwa Matahari berada tepat di atas Ka'bah biasa terjadi sebanyak dua kali dalam satu tahun, yaitu yang pertama pada 27-28 Mei dan yang kedua pada 15-16 Juli.

"Kejadiannya itu kalau yang terdekat adalah besok dan lusa. Jadi setahun (terjadinya) dua kali," katanya.

Baca juga: Cek arah kiblat pada 27 dan 28 Mei saat matahari di atas Kabah

Baca juga: Puncak aktivitas matahari diperkirakan 2024 picu gangguan komunikasi


Kemudian, dalam setiap peristiwa tersebut, arah kiblat kemungkinan bisa berubah, bisa juga tidak. Oleh karena itu untuk memastikan arah kiblat saat shalat, setiap orang bisa melakukan percobaan memang batang kayu atau tiang untuk menentukannya.

"Besok pada pukul 16.18 WIB, kita bisa mencoba mengukur dengan menancapkan tiang pada permukaan tanah yang datar. Kalau misalkan ada bayangan dari tiang itu, maka dari bayangan tiang itu sampai ke tiang adalah arah kiblatnya," kata dia.

"Jadi kalau tiang kita tancapkan, kemudian ada bayangan berkat sinar Matahari. Nah, dari titik bayangan yang di tanah itu sampai ke tiang, itulah arah kiblat kita. Itu yang tepat," katanya lebih lanjut.

Jika arah kiblat yang ditentukan dari arah bayangan tiang tersebut berbeda dengan arah kiblat di masjid, maka masyarakat, katanya, cukup dengan memiringkan arah sajadah sesuai dengan arah yang ditentukan dari bayangan tersebut.

"Jadi kalau memang ada penyimpangan agak melenceng sedikit, masjidnya, bukan berarti masjidnya harus dirobohkan. Tidak. Hanya sajadah saja dimiringkan dengan kondisi bayangan yang kita lihat besok itu," katanya.

Namun demikian, jika Matahari pada pukul 16.18 WIB besok tidak terlihat sehingga tidak bisa memunculkan bayangan, maka masyarakat bisa menentukan arah kiblatnya dengan menggunakan aplikasi arah kiblat.

"Kalau di aplikasi menggunakan perhitungan manusia. Hitung-hitungannya itu diketahui dari koordinat di Ka'bahnya dan koordinat di tempat kita, masjid kita. Nah, arah koordinat itu bisa dihitung antara koordinat itu bisa dihitung dengan rumusan," kata Hendra.

"Itu aplikasi dari rumusan yang dihitung manusia. Walaupun koreksinya memang tidak terlalu besar, tetapi sudah bisa benar. Hanya saja kalau mau lebih mantap bisa dengan menggunakan alam karena Allah SWT yang tentukan," katanya.

Sementara itu, Hendra mengatakan peristiwa Matahari di atas Ka'bah tersebut hanya untuk waktu Indonesia bagian barat dan tengah.

Sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian timur, masyarakat di sana tidak akan bisa melihat peristiwa itu.

"Karena di timur, di Papua sudah malam. Jadi enggak akan mungkin. Tapi di Papua sana juga bisa melihatnya di hari yang lain. Jadi bukan sama dengan barat dan tengah, tapi di sana itu nanti (akan bisa melihat kejadian itu) pada tanggal 16 Januari atau tanggal 28 November," kata Hendra.*

Baca juga: Fenomena matahari di atas Kabah tidak ubah arah kiblat Masjid Istiqlal

Baca juga: Lapan: Sempurnakan arah kiblat dengan fenomena matahari di atas Kabah

Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020