"Tidak benar, itu isu sesat. Yang dikecualikan itu bentuknya bukan dinas," kata Kepala BKD DKI Jakarta Chaidir saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Chaidir menyatakan, yang dikecualikan untuk tidak dikenakan potongan tunjangan akibat COVID-19 adalah tenaga kesehatan dan pendukung tenaga kesehatan di RS dan Puskesmas. Tenaga pemulasaraan jenazah, petugas data informasi epidemiologi COVID-19, petugas penanganan bencana COVID-19 serta petugas pemakaman COVID-19.
"Jadi bukan dinas yang dilihat. Yang dikecualikan itu diatur dalam pergub," kata Chaidir yang tidak cukup jelas membeberkan acuan regulasinya.
Contoh ada petugas di BKD yang mengerti memandikan jenazah, kemudian ditugaskan sebagai tenaga untuk penanganan COVID-19, di sana ada mekanisme, yaitu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengusulkan petugas yang masuk untuk dikecualikan pada gubernur melalui Sekda DKI.
"Jadi gak semua tuh BKD dapat tidak ditunda, tetap dipangkas, tapi ada beberapa yang enggak, yaitu yang diusulkan itu," ujar Chaidir.
Baca juga: Legislator sayangkan Gubernur DKI tak pangkas THR TGUPP Sementara itu, terkait dengan ramainya Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang tunjangannya tidak dipotong, Chaidir mengatakan TGUPP memiliki bentuk belanja kegiatan, bukan belanja pegawai.
"Itu adalah kegiatan dari Bappeda. Jika dalam kegiatan itu memang dimungkinkan ada apresiasi untuk membayar keahlian tenaganya, ya boleh saja," kata Chaidir.
Penundaan tersebut akibat adanya kontraksi ekonomi secara nasional, kemudian atas dasar Surat Keputusan Bersama (SKB) Kemenkeu dan Kemendagri Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan COVID-19 serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional, yang mengamanatkan bahwa tunjangan perbaikan penghasilan daerah tidak boleh lebih tinggi dari tunjangan perbaikan pusat.
Sementara di sisi lain APBD kena kontraksi 53 persen akibat pandemi COVID-19, seluruh pendapatan dari pajak dan lainnya menurun. Akibatnya komponen APBD mengalami rasionalisasi, di antaranya belanja pegawai, yaitu tunjangan perbaikan penghasilan.
"Itu dimungkinkan karena dia ada di komponen variable cost karena berupa insentif berbeda dengan yang tetap (fix cost) berupa gaji dan tunjangan melekat, itu tidak bisa," katanya.
Baca juga: TGUPP DKI tekankan pentingnya sinergi BUMD
Chaidir menambahkan insentif atau tunjangan perbaikan penghasilan bisa diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sementara DKI menetapkan tunjangan dibayarkan 75 persen dengan rincian 50 persen dibayarkan, 25 persen sisanya ditunda.
"Kalau mampunya 50 persen ya sesuaikan 50 persen, namun kebijakan kita hanya diberi 75 persen, 25 persen rasionalisasi, hanya yang dibayarkan 50 persen, 25 persen sisanya ditunda," katanya.
"Nanti ketika stabil entah di triwulan tiga atau empat, maka akan dibayarkan dan dikembalikan normal kembali plus yang ditunda karena itu adalah piutang daerah pada PNS," tuturnya.
Sebelumnya, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta August Hamonangan meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersikap adil dalam memberikan tunjangan pegawainya, bukan hanya TGUPP, tapi juga beberapa SKPD lainnya yang tidak dipangkas.
"Saya dapat informasi para PNS sedang resah karena ada kabar bahwa Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dan Dinas Kominfotik akan mendapatkan tunjangan penuh. Padahal pekerjaan mereka tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat dan tidak berisiko tinggi saat COVID-19 ini," ujar August dalam keterangannya.
Baca juga: Hasil kerja TGUPP jadi rujukan pengelolaan kawasan pesisir Jakarta
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020