Kejadian fatal tersebut memicu protes, dengan diwarnai kekerasan, yang telah berlangsung selama dua malam.
Kepala kepolisian Medaria Arradondo mengatakan departemennya telah ikut menyebabkan "harapan memudar" di kota Negara Bagian Minnesota itu, bahkan sejak sebelum kematian George Floyd (46) pada Senin (25/5).
"Saya benar-benar meminta maaf atas rasa sakit, kehancuran dan trauma yang ditinggalkan atas kematian Floyd pada keluarga, orang-orang yang dicintainya, dan komunitas kita," kata dia.
Empat orang petugas kepolisian dari Minneapolis telah dipecat atas kematian Floyd setelah video yang mengabadikan kejadian tersebut beredar. Rekaman itu menunjukkan Floyd berbaring telungkup dan diborgol sembari mengerang dan meminta tolong, serta berkali-kali mengatakan "tolong, saya tidak bisa bernapas," sebelum akhirnya tak bergerak sama sekali. Ia meninggal dunia di rumah sakit tak lama kemudian.
Pada Rabu (27/5)malam, pengunjuk rasa di kota itu bentrok dengan polisi antihuru-hara, yang menembakkan gas air mata pada malam kedua protes.
Demonstrasi hari kedua, disertai dengan penjarahan dan vandalisme, dimulai pada Rabu setelah Wali Kota Minneapolis Jacob Frey mendesak jaksa untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap polisi kulit putih yang terlihat di video menjepit Floyd ke jalan.
Kepala kepolisian menjelaskan bahwa mayoritas pemrotes melakukan aksi dengan damai, namun ada kelompok demonstran yang fokus melakukan perusakan.
Departemen Kehakiman Amerika Serikat pada Kamis menyatakan telah menjadikan investigasi atas keterlibatan kepolisian dalam kematian George Floyd sebagai "prioritas utama".
Adik laki-laki korban, Philonise Floyd, mengatakan kepada CNN pada Kamis bahwa ia "lelah melihat orang kulit hitam mati" dan memahami kemarahan orang-orang. Meski demikian, dia mendesak para pemrotes untuk melakukan aksi dengan damai.
"Kepada polisi, saya ingin mereka melakukan semuanya dengan benar, mulailah melakukan pekerjaan Anda dengan cara yang benar karena saya belum melihatnya," kata Philonise Floyd.
Pada Rabu, Presiden AS Donald Trump menyebut kematian Floyd sebagai "kejadian yang sangat sangat menyedihkan" setelah seorang wartawan memberikan pertanyaan terkait kasus tersebut.
Juru bicara Gedung Putih, Keyleigh McEnany, pada Kamis mendesak para demonstran untuk menghentikan vandalisme dan penjarahan.
"Semua orang memiliki hak untuk protes, itu pasti, namun harus dilakukan dengan damai... dan sesuai dengan hukum yang berlaku," katanya pada Fox News.
HAK ASASI MANUSIA
Kasus Floyd itu mengingatkan banyak kalangan pada pembunuhan Eric Garner pada 2014.
Garner adalah seorang pria kulit hitam tak bersenjata di New York City yang meninggal setelah dicekik oleh seorang polisi, tindakan yang dilarang.
Kata-kata Garner saat sekarat, "Aku tidak bisa bernapas," menjadi seruan untuk gerakan Black Lives Matter. Gerakan itu menyerukan perhatian pada gelombang pembunuhan orang Afrika-Amerika oleh polisi, dengan menggunakan tindakan berujung maut yang tidak dapat dibenarkan.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengatakan pihak berwenang AS harus mengambil tindakan untuk mencegah pembunuhan terhadap orang Afrika-Amerika yang tidak bersenjata oleh petugas kepolisian.
"Peran yang dimainkan dan menyebar luas dalam diskriminasi rasial dalam kematian seperti itu juga harus sepenuhnya diperiksa, diakui dan ditangani dengan benar," katanya dalam sebuah pernyataan.
Sebuah petisi di laman Change.org, yang meminta otoritas untuk menangkap dan menuntut keempat petugas kepolisian, hingga Kamis pagi telah mendapatkan lebih dari 1,1 juta tanda tangan.
Otoritas Minneapolis telah mengidentifikasi empat petugas yang terlibat dalam kejadian tersebut sebagai Derek Chauvin, Thomas Lane, Tou Thao dan J Alexander Kueng.
Tidak disebutkan petugas mana yang terlihat dalam video yang berlutut di leher Floyd, tetapi media setempat mengidentifikasi Chauvin sebagai petugas yang dimaksud.
Pengacara Chauvin, Tom Kelly, mengatakan dalam surel kepada Reuters bahwa dia tidak memiliki pernyataan tentang insiden itu.
Pada 2007, Chauvin menerima surat teguran karena melanggar kebijakan perekaman video dan ponsel, menurut catatan disiplin yang diperoleh Reuters melalui permintaan catatan publik.
Surat kabar Minneapolis Star Tribune juga melaporkan bahwa Thao adalah satu dari dua petugas yang digugat oleh seorang pria yang menuduh mereka melakukan tindakan berlebihan. Kasus tersebut kemudian diselesaikan di luar pengadilan dengan ganti rugi sebesar 25.000 dolar AS (sekitar Rp366 juta), menurut Minneapolis Star Tribune.
Sumber: Reuters
Baca juga: Protes meluas di Minneapolis pascadugaan pembunuhan rasial oleh polisi
Baca juga: DPR AS tuntut penyelidikan pembunuhan warga AS kulit hitam
Baca juga: Mantan polisi Minnesota divonis untuk penembakan perempuan Australia
Satpol PP sita KTP pelanggar PSBB
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020