Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyayangkan diskusi virtual oleh Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, batal digelar karena mendapatkan ancaman teror.Kemarin yang muncul di Yogyakarta, kita sayangkan juga tuh, di UGM mau ada seminar kemudian tiba-tiba tidak jadi
"Kemarin yang muncul di Yogyakarta, kita sayangkan juga tuh, di UGM mau ada seminar kemudian tiba-tiba tidak jadi," katanya, di Jakarta, Sabtu.
Hal tersebut disampaikannya saat seminar virtual Forum rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang dihadiri oleh para rektor PTKIN dari berbagai wilayah di Indonesia dengan judul "Isu-isu nasional di era COVID-19".
Baca juga: Polri siap usut teror diskusi UGM
Serangkaian teror hingga isu makar telah membuat diskusi berbentuk webinar dengan tema "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" itu batal digelar.
"Lalu ada isu makar. Padahal, ndak juga sih kalau saya baca. Kebetulan, calon pembicara di UGM itu dulu saya promotornya ketika doktor, kemudian jadi asisten. Bu Ni'matul Huda itu orangnya juga tidak aneh-aneh, dia ahli hukum tata negara," ucapnya menjelaskan.
Menurut dia, pemberhentian Presiden sudah diatur UUD 1945 dengan memenuhi lima persyaratan, yakni pertama jika terlibat korupsi. Kedua, terlibat penyuapan. Ketiga, pengkhianatan terhadap negara. Keempat, melakukan kejahatan dengan ancaman lebih dari lima tahun, kemudian kelima kalau terjadi keadaan di mana tidak memenuhi syarat lagi.
"Di luar itu, membuat kebijakan apapun itu tidak bisa diberhentikan di tengah jalan. Apalagi, hanya membuat kebijakan COVID-19, ndak ada. Sejauh tidak ada lima unsur itu, Presiden tidak bisa diberhentikan," ujarnya menegaskan.
Oleh sebab itu, ia menyampaikan kepada aparat keamanan untuk tidak mengkhawatirkan pelaksanaan diskusi itu sebagai forum ilmiah.
Akan tetapi, Mahfud kemudian mendapatkan informasi jika diskusi tersebut urung digelar, padahal UGM dan aparat kepolisian tidak pernah melarang pelaksanaan diskusi itu.
Baca juga: Teror diskusi di UGM, Tak dibenarkan ancam kebebasan berpendapat
"Saya cek ke polisi, ndak ada polisi melarang. Saya cek rektor UGM, saya telpon Rektor UGM, pembantu rektor, apa itu dilarang? Ndak Pak itu di antara mereka sendiri," ungkapnya.
Mengenai teror terhadap para pembicara diskusi itu, Mahfud meminta korban untuk melaporkan agar bisa segera diusut tuntas oleh pihak kepolisian.
"Siapa yang meneror rumahnya Bu Ni'mah, saya bilang laporkan. Kalau ada orangnya laporkan ke saya. Saya nanti yang akan menyelesaikan," kata Mahfud.
Sebelumnya, pelaksana kegiatan diskusi mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) mendapatkan ancaman teror akan dibunuh oleh orang tak dikenal.
Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Sigit Riyanto menjelaskan secara rinci ancaman pembunuhan yang disampaikan orang tak dikenal terhadap pelaksana kegiatan hingga kepada keluarganya.
Menurut Sigit, ancaman itu muncul satu hari sebelum pelaksanaan kegiatan diskusi, yang rencananya digelar pada 29 Mei 2020.
Baca juga: UII -UGM kecam intimidasi terhadap diskusi ilmiah di Yogyakarta
"Tanggal 28 Mei 2020 malam, teror dan ancaman mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, pembicara, moderator, serta narahubung. Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas CLS," kata Sigit Riyanto dalam keterangan tertulisnya.
Bentuk ancaman yang diterima beragam, mulai dari pengiriman pemesanan ojek daring ke kediaman penerima teror, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020