Ahli pertanian, Anton Apriyantono mengatakan bertanam dapat menjadi solusi mendapatkan penghasilan di tengah pandemi, terutama bagi pekerja di Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) karena terpaksa harus dirumahkan dulu.Sebaiknya bertanam sayur karena masa panen lebih cepat dan pemeliharaannya lebih mudah
"Sebaiknya bertanam sayur karena masa panen lebih cepat dan pemeliharaannya lebih mudah," kata Mantan Menteri Pertanian ini saat dihubungi, di Jakarta, Selasa.
Anton juga mengatakan bertanam sayuran tidak membutuhkan lahan yang luas bahkan di pekarangan rumah juga dapat dilakukan sehingga ideal untuk kawasan Jabodetabek.
Menurut Anton, sesuai konsep dari pertanian perkotaan (urban farming) sebenarnya bisa mendapat penghasilan tambahan dari bertanam sayuran, bahkan bisa dikombinasikan dengan berternak ikan jenis lele dan nila.
Anton mengatakan untuk skala komersial memang dibutuhkan lahan minimal seribu meter persegi yang memang masih mudah didapat di Jabodetabek dengan memanfaatkan lahan tidak terpakai.
Baca juga: Indef nilai "urban farming" akan berperan penting pascapandemi COVID
"Sebelum memulai 'urban farming' agar dihitung biaya-biayanya mulai dari sewa lahan, tenaga kerja, benih, pupuk, termasuk penggunaan listrik untuk pompa air," kata Anton.
Anton mengatakan salah satu 'urban farming' telah diaplikasikan pekerja pariwisata di Bali yang kehilangan penghasilan selama masa pandemi ini karena hotel tempatnya bekerja harus tutup.
Akademisi dari Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Ni Wayan Sri Sutari, SP, M.P yang dihubungi terpisah membenarkan ada sepuluh pekerja pariwisata di kawasan Sanur yang kini beralih menjadi petani sayuran.
"Benar awalnya mereka bekerja sebagai 'chef', 'bartender', dan pemandu pariwisata namun mereka terpaksa libur dulu karena hotelnya tempat bekerja tutup sementara waktu," kata Sri.
Baca juga: "Kampung Buah Jasindo" hadir di Jakarta Selatan
Para pekerja pariwisata ini mendapat pelatihan budidaya hortikultura dengan menggunakan benih produksi PT East West Seed Indonesia (Ewindo) seperti Pokcoy varietas Nauli F1, Sawi varietas Shinta, Bayam varietas Maestro, Bayam merah Mira.
Pekerja Bali
Sri mengatakan konsepnya memang urban farming karena memanfaatkan lahan kosong seluas 2.000 meter persegi di tepi Jalan Danau Tempe Denpasar Selatan.
Menurut Sri kalau di Bali bisa berhasil, sebenarnya cara yang sama juga dapat diterapkan bagi para pekerja di Jabodetabek yang kehilangan pekerjaan akibat wabah COVID-19.
"Tidak ada salahnya untuk mencoba, yang penting tekun untuk berlatih maka hasilnya akan sukses seperti pekerja hotel di Bali ini," kata Sri.
Salah seorang petani, Agung Amertajaya mengaku hanya membutuhkan waktu setengah bulan untuk beradaptasi sebagai petani lantaran sebelumnya juga sudah terbiasa orang tuanya bertani.
Baca juga: Ini dia, sosok petani kota yang akan terbang ke Jepang!
Menurut Agung, di tengah pandemi ini membuat sejumlah rekan-rekannya mengalami kesulitan karena kehilangan penghasilan sebelum akhirnya bertemu dengan Sri Sutari yang mengajak untuk bercocok tanam.
Agung mengatakan selama bertani juga menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan wabah COVID-19 mulai dari menjaga jarak, menggunakan masker, serta mencuci tangan.
Kemudian untuk pekerja, Agung mengatakan, melibatkan rekan-rekan sesama pekerja pariwisata juga dari keluarga serta tetangga.
Secara terpisah Anton Apriyantono menegaskan dengan masuknya era normal baru, sektor pertanian diharapkan juga bisa menjadi jaring pengaman sosial mengingat pelatihannya tidak terlalu sulit, namun dampak yang diberikan sangat besar.
Baca juga: Mengasrikan ruang publik dengan hidroponik ala RPTRA Karang Anyar
Jabodetabek bisa menjadi percontohan pertanian perkotaan meski di lahan yang sempit namun dengan optimalisasi akan memberikan panen yang melimpah.
"Kuncinya tekun dan memiliki kemauan untuk mempelajari cara bertani," ujar Anton yang kini juga menekuni bertanam sayuran di Bogor.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020