Perjanjian perdagangan bebas itu juga akan memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan Vietnam pascapandemi..
Para deputi di Majelis Nasional Vietnam, yang hampir selalu meratifikasi proposal pemerintah, memberikan lebih dari 94 persen suara untuk mendukung Perjanjian Perdagangan Bebas Vietnam-Uni Eropa (EVFTA).
EVFTA, yang direncanakan mulai berlaku pada Juli, adalah kesepakatan kedua Uni Eropa dengan anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) setelah Singapura, dan satu dari sedikit perjanjian dengan negara berkembang.
Vietnam akan mendapatkan masa transisi hingga 10 tahun untuk beberapa impor barang, seperti mobil.
EVFTA akan membuka layanan Vietnam, termasuk pos, perbankan dan pengiriman serta pasar pengadaan publik. Perjanjian perdagangan bebas itu juga menyelaraskan beberapa standar dan melindungi produk makanan dan minuman Uni Eropa, seperti sampanye Prancis atau keju feta Yunani, dari tindak peniruan di Vietnam.
Para kritikus di Eropa telah mempermasalahkan jejak rekam Vietnam tentang hak asasi manusia dan tenaga kerja, meskipun kesepakatan dagang itu telah mencakup komitmen di bidang-bidang tersebut.
Bank Dunia pada Mei mengatakan EVFTA dapat meningkatkan produk domestik bruto dan ekspor Vietnam masing-masing sebesar 2,4 persen dan 12 persen pada 2030 dan mengeluarkan ratusan ribu warga Vietnam dari kemiskinan.
"Manfaat seperti itu sangat dibutuhkan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi positif ketika Vietnam harus merespons pandemi COVID-19," kata Bank Dunia.
Sumber: Reuters
Baca juga: Diancam Trump, Vietnam ingin perdagangan bebas dan adil dengan AS
Baca juga: Pasien COVID-19 paling parah di Vietnam berangsur pulih
Baca juga: Vietnam usulkan penyelenggaraan KTT ke-36 ASEAN secara tatap muka
Yang bisa kita pelajari dari Vietnam
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020