• Beranda
  • Berita
  • MPR: Perlu UU lindungi Pancasila dari ideologi bangsa lain

MPR: Perlu UU lindungi Pancasila dari ideologi bangsa lain

10 Juni 2020 17:44 WIB
MPR: Perlu UU lindungi Pancasila dari ideologi bangsa lain
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah (istimewa)
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menilai perlu adanya Undang-Undang sebagai payung hukum dalam bentuk UU Pembinaan Ideologi Pancasila kepada rakyat dan bangsa Indonesia agar ideologi bangsa Indonesia tersebut dapat terus berfungsi sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dia menjelaskan agar tujuan melindungi Pancasila dari kepentingan banyak ideologi bangsa lain itu dan membumikannya, saat ini sebuah Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU-HIP) telah menjadi Prolegnas 2020 dan akan segera dibahas oleh DPR RI bersama Pemerintah.

"Kita berharap RUU HIP ini segera dibahas antara Pemerintah dan DPR serta melibatkan partisipasi publik sehingga tugas negara untuk melakukan pembinaan ideologi Pancasila punya landasan hukum yang kokoh," kata Ahmad Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Hal itu dikatakannya dalam Webinar bertajuk "Peran Pancasila dalam Dinamika Pembangunan Nasional" yang diselenggarakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PAN-RB), Senin (8/6).

Dia menjelaskan RUU HIP harus dapat menjadi dokumen hukum yang dapat menyatukan kembali pandangan dan sikap ideologis bangsa sebagaimana konsideran menimbang Kepres Nomor 24 Tahun 2106 yang telah mengakomodasi semua pandangan dan kepentingan, terutama golongan Islam maupun golongan kebangsaan.

Menurut dia, selain diperlukan masuknya Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan PKI dan Ajaran Komunisme dalam konsideran mengingat RUU HIP, juga perlu memasukkan sumber-sumber hukum lain yang menegaskan pentingnya Pancasila dilindungi dari bahaya praktik paham liberalisme/ kapitalisme serta bahaya paham keagamaan apa pun yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

"Pada tanggal 7 Agustus 2003, Fraksi PDI Perjuangan MPR RI secara bulat mendukung dan menerima keputusan MPR RI untuk memutuskan pemberlakuan kembali TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan PKI dan Ajaran Komunisme yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor I Tahun 2003 tentang Evaluasi dan Peninjauan Status Hukum Seluruh TAP MPRS dan TAP MPR sejak tahun 1960-2002," kata Basarah.

Dia menilai di tengah derasnya arus informasi dunia yang lebih memudahkan masyarakat mengakses semua informasi dengan cepat, nilai-nilai Pancasila harus dilindungi dari kepentingan ideologi bangsa lain dan juga secara sistematis wajib dibumikan ke tengah masyarakat Indonesia.

Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan itu, kemudahan mengakses informasi secara cepat dan luas itu membuat masyarakat lebih mudah lagi mengakses segala informasi termasuk informasi tentang ideologi bangsa lain.

"Karena itu, kehadiran negara sangat dibutuhkan untuk melakukan pembinaan ideologi bangsanya di tengah arus globalisasi yang begitu deras," ujarnya.

Dia menilai bangsa Indonesia seharusnya bangga memiliki Pancasila karena falsafah yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sejak ratusan tahun silam ini.

Baca juga: Wakil Ketua MPR apresiasi kehadiran tokoh dalam acara Bulan Bung Karno
Baca juga: Ketua MPR optimistis pariwisata bangkit di era normal baru


Basarah menceritakan, Presiden RI Pertama Soekarno saat berpidato di PBB pada 30 September 1960 dengan judul "To Build The World A New atau Membangun Tata Dunia Baru, Soekarno mengkritik pendapat Bertrand Arthur William Russell, filsuf Inggris yang hidup antara 1872-1970, yang dalam pandangannya hanya membagi masyarakat dunia ke dalam dua golongan saja.

Pertama, golongan pengikut ajaran Manifesto Komunis dan kedua golongan pengikut ajaran "Declaration of Independence" Thomas Jeferson yang mengajarkan Liberalisme/Kapitalisme.

Di depan para pemimpin dunia saat itu, kata Basarah, Presiden Soekarno berkata "Maaf Tuan Russel, meskipun kami telah mencoba menyintesiskan kedua dokumen itu tetapi kami tidak dipimpin oleh keduanya itu, kami tidak mengikuti konsepsi liberal ataupun konsepsi komunis. Apa gunanya? Dari pengalaman bangsa kami sendiri dan dari sejarah Indonesia sendiri tumbuh sesuatu yang lain, sesuatu yang jauh lebih sesuai dan lebih cocok dengan kepribadian bangsa kami, sesuatu itu kami beri nama Pancasila".

Basarah mengatakan bahwa dari pidato Presiden Soekarno di forum dunia itu, semua elemen bangsa semestinya dapat menyimpulkan bahwa Pancasila bukan ideologi yang mengikuti, apalagi dipimpin, oleh ajaran ideologi komunisme maupun liberalisme.

"Pancasila menurut Bung Karno digali dari saripati nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia yang telah hidup ratusan tahun lamanya di bumi nusantara. Jadi, buat apa kita menoleh pada ideologi bangsa lain," katanya.

Baca juga: Bamsoet: almarhum Taufik Kiemas layak jadi Bapak Empat Pilar MPR

Basarah menjelaskan, sejak 18 Agustus 1945, Pancasila telah diresmikan sebagai dasar dan ideologi negara oleh para Pendiri Bangsa melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Menurut dia, peresmian Pancasila sebagai dasar negara itu dilakukan melalui proses pergumulan pemikiran dan batin yang panjang di antara para Pendiri Bangsa yang prosesnya dimulai dari Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI kemudian berkembang dalam naskah Piagam Jakarta 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan yang terdiri atas Bung Karno sebagai Ketua, dan Bung Hatta, Prof Yamin, AA. Maramis, A. Soebardjo, KH Wachid Hasyim, Agus Salim, KH Kahar Moezakkir dan R. Abikoesno Tjokrosoejoso sebagai anggota, hingga konsensus final Pancasila pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang juga diketuai oleh Bung Karno.

"Konsensus dasar Pancasila bangsa Indonesia itulah yang menjadi pegangan bangsa Indonesia hingga hari ini dimana keputusan kenegaraannya telah dituangkan dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 yang menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila," ujarnya.

Keputusan Presiden Jokowi tersebut menurut dia telah melengkapi Surat Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008 tentang penetapan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi.

Baca juga: Jazilul: Pertemuan pimpinan MPR-Menhan bagian silaturahmi kebangsaan
Baca juga: Wakil Ketua MPR RI: Penanganan COVID-19 harus lebih tepat dan efektif

 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020