• Beranda
  • Berita
  • Pengembangan aplikasi AI dukung diagnosis COVID-19 capai 70 persen

Pengembangan aplikasi AI dukung diagnosis COVID-19 capai 70 persen

11 Juni 2020 12:23 WIB
Pengembangan aplikasi AI dukung diagnosis COVID-19 capai 70 persen
Corona Virus (ilustrasi) (1)

Kesempurnaan aplikasi adalah terkumpulnya data

Ketua Task Force Riset dan Inovasi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC-19) Soni Solistia Wirawan mengatakan pengembangan aplikasi software berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence) sudah mencapai 70 persen.

"Kesempurnaan aplikasi adalah terkumpulnya data," kata Soni yang juga merupakan Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kepada ANTARA, Jakarta, Kamis.

30 persen lagi adalah penyempurnaan data menunggu terkumpulnya seluruh data CT-Scan dan X-ray dari pasien positif dan negatif COVID-19 di Indonesia.

TFRIC-19 dibentuk oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan terdiri dari 56 institusi termasuk perguruan tinggi, rumah sakit, perusahaan swasta, badan usaha milik negara, start up company, dan diaspora.

TFRIC-19 berisikan sekitar 130-an anggota.

Baca juga: Kepri rancang aplikasi penelusuran COVID-19

Baca juga: Pakar Gugas Tugas: Aplikasi BLC pertajam data penanganan COVID-19


Berdasarkan data X-Ray dan CT-Scan dari pasien yang positif dan negatif COVID-19, akan dibangun model artificial intelligence (AI).

Selanjutnya dibuat software berbasis AI untuk deteksi COVID-19 dari CT-Scan dan X-ray yang dapat digunakan untuk membantu mendeteksi dini pasien dengan validasi dari radiolog dan dokter guna menjadi landasan pengambilan keputusan dan kebijakan oleh pejabat yang berwenang.

Keunggulan software yang dibangun adalah cepat, mudah, relatif murah, dan membantu radiolog dan dokter dalam menegakkan diagnosis COVID-19.

Diharapkan sistem yang dikembangkan tersebut akan melengkapi atau bersifat komplemen terhadap pengujian berbasis polymerase chain reaction (PCR), maupun pengurutan genom virus menyeluruh atau whole genome sequencing COVID-19 di Indonesia.

Soni menuturkan pengumpulan data dari rumah sakit tidak mudah karena menghadapi beberapa tantangan diantaranya tidak semua rumah sakit memiliki CT-Scan, dan rumah sakit belum tentu bersedia memberikan data karena data pasien bersifat rahasia.

Soni mengatakan perlu dukungan semua pihak untuk menyelesaikan penyempurnaan sistem dengan dukungan data dari rumah sakit. Oleh karenanya, dapat dibuat perjanjian menjaga kerahasiaan data pasien dengan pihak rumah sakit.

Dia mengatakan pengumpulan data lokal harus dilakukan sebanyak-banyaknya, karena saat ini software masih menggunakan data CT-Scan yang tersedia dari luar negeri.

"Mudah-mudahan 1-2 bulan terkumpul data," tutur Soni.

Baca juga: BPTJ perkenalkan aplikasi lacak COVID-19 "L-Cov"

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020