• Beranda
  • Berita
  • Peneliti: Pandemi berdampak kepada disrupsi sektor pertanian

Peneliti: Pandemi berdampak kepada disrupsi sektor pertanian

13 Juni 2020 10:01 WIB
Peneliti: Pandemi berdampak kepada disrupsi sektor pertanian
Hamparan areal persawahan padi terlihat dari Bukit Gumuk Reco, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu (10/2/2019). ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom.

Dengan adanya pandemi ini, petani kita semakin kesulitan untuk menanam dan memasarkan hasil panennya

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengingatkan pandemi COVID-19 dapat berdampak kepada peningkatan sejumlah tantangan yang harus betul-betul diantisipasi dan dihadapi terkait kinerja sektor pertanian Nusantara.

"Dengan adanya pandemi ini, petani kita semakin kesulitan untuk menanam dan memasarkan hasil panennya," katanya dalam rilis di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Kementan ingatkan petani percepat musim tanam kedua tahun ini

Galuh menyatakan pandemi COVID-19 sudah turut menciptakan disrupsi di sektor pertanian, sebagaimana yang terjadi di sektor lainnya seperti kurang terserapnya hasil panen petani karena menurunnya daya beli masyarakat, adanya kebijakan pembatasan aktivitas warga (PSBB), dan berkurangnya tenaga kerja di sektor ini yang menyebabkan turunnya produksi.

Melihat potensi tidak menentunya cuaca, lanjutnya, maka percepatan tanam padi harus dilakukan dengan semaksimal dan seefektif mungkin.

"Memasuki masa new normal, petani diharapkan bisa kembali menanam. Namun, pemerintah hendaknya bisa memastikan bahwa mereka harus tetap menerapkan protokol kesehatan standar demi menjaga kelancaran proses bertani," katanya.

Selain itu, ujar dia, pemerintah juga diharapkan dapat tetap menjamin kesejahteraan petani jika ternyata kemarau dan gagal panen kembali terjadi.

Skema pendampingan dan pemberdayaan bagi petani lewat stimulus-stimulus yang ada harus ditingkatkan agar nilai tukar petani pun dapat mengalami perbaikan.

"Sistem produksi pangan dapat terus ditingkatkan dengan korporasi antara petani. Begitupun dengan sistem distribusi pangan tersebut nantinya. Selain tentunya penyerapan domestik tetap harus dilakukan, diversifikasi pasar perlu dijadikan strategi agar produk-produk pertanian, utamanya beras, tetap dapat memperoleh pasar penjualan di masyarakat," paparnya.

BMKG memperkirakan bahwa kemarau sudah mulai masuk wilayah Indonesia awal Mei 2020. Musim hujan yang tersisa kemudian diprediksi hanya terjadi akhir Mei dan berakhir Juli.

Hal inilah yang kemudian membuat Kementerian Pertanian berusaha mengejar percepatan tanam padi pada musim hujan yang tersisa pada Juni hingga Juli.

Sebesar 5,6 juta hektare percepatan tanam padi ditargetkan oleh Kementerian Pertanian pada musim tanam kedua tahun ini.

Baca juga: Balitbangtan targetkan tanam Inpari IR Nutri Zinc 10 ribu ha
Baca juga: Gubernur Jatim percepat masa tanam padi di lima kabupaten

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020