"Provinsi DKI Jakarta saja sudah memperkirakan bahwa PAD-nya akan turun sekitar 50 persen. PAD Jabar tahun ini dipastikan menurun karena COVID-19. PAD Jabar mayoritas dihasilkan dari pajak kendaraan, mayoritas dari kendaraan roda dua. Sementara, banyak di antara wajib pajak itu yang terkendala dampak COVID-19, dipastikan mereka tidak bisa membayarnya," kata Sekretaris Komisi II DPRD Jabar Yunandar R Eka Perwira, Kamis.
Politisi dari Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat ini memperkirakan PAD harus segera dipastikan dengan kondisi di lapangan supaya Pemprov Jabar bisa melakukan refocusing anggaran dan juga program yang disesuaikan dengan kondisi pendapatan.
"Sekitar 80 persen wajib pajak di kita adalah pemilik kendaraan roda dua. Rata-rata mereka terdampak COVID-19. Tidak hanya daerah, pemerintah pusat juga sudah memastikan pendapatannya menurun, hal ini akan berpengaruh terhadap dana transfer ke daerah," kata Yunandar.
Baca juga: Gubernur: APBD Riau 2021 turun terdampak COVID-19
Pihaknya mengakui bahwa hingga kini belum mengetahui soal refocusing anggaran saat pandemik COVID-19 dan selama ini Gubernur Jabar hanya koordinasi dengan pimpinan DPRD.
"Sedangkan ke kami tidak ada infomasi sama sekali. Menurut saya ini salah satu penyebab realisasi anggaran seperti bantuan sosial tidak sesuai dengan yang ditargetkan," katanya.
Ia mengatakan selama ini tidak ada pengawasan dari anggota DPRD Jabar, padahal legislatif memiliki tugas uuntuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan eksekutif.
"Untuk mengetahui target dan program apa yang dilakukan, kami tidak diberitahu soal anggarannya. DPRD Jabar itu sebagai penyeimbang pelaksanaan pemerintahan," kata dia.
Ketika disinggung tentang anggaran bantuan sosial (bansos) yang baru terealisasi baru 21 persen, Yunandar sudah memprediksinya karena wabah ini baru pertama kali terjadi dan penanganan wabah seperti ini juga baru pertama kali.
"Sehingga kalau banyak kendala termasuk dalam alokasi anggaran yang tidak sesuai dengan target memang begitulah kondisinya, karena kita semua tidak akan yang berpengalaman," ujar Yunandar.
Ia mengatakan dari awal masalah data yang tidak akurat saja menjadi kendala utama, dan begitu juga dalam distribusinya, termasuk ada komoditas bansos yang rusak.
"Sehingga sejak awal kami merekomendasikan bansos ini berupa uang saja, namun pemprov sesuai dengan keinginan masyarakat, dibagi dua item, tunai dan non tunai," katanya pula,
Dia menuturkan masih sedikit keterserapan anggaran dalam bansos disebabkan karena Pemprov Jabar dalam hal ini gugus tugas percepatan penanggulanganan COVID-19 Jabar belum melakukan pembayaran.
Sebagai contohnya, Perum Bulog masih menggunakan dana sendiri untuk menyalurkan bansos.
Sebelumnya, anggaran Bansos Provinsi Jabar yang sudah terealisasikan baru mencapai 21 persen dan alokasi dana bansos sebesar Rp746 miliar yang baru direalisasikan sebesar Rp159 miliar.
Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar mengakui bahwa ada keterlambatan dalam penyaluran bansos.
"Kami inginnya memang sempurna tapi keterlambatan ini luar biasa. Di lapangan memang ada dinamika, seperti di awal-awal karena data penerima bansos yang belum akurat," kata Ketua Divisi Pemberdayaan Aparatur, Non Aparatur, dan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Dudi Sudradjat Abdulrachim.
Pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh pada Jumat mendatang. Namun, berdasarkan data sementara dari Perum Bulog per Senin (15/6), dari target 445.339 penerima data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), sedangkan capaiannya 395.637 penerima.
Bulog sudah mengklaim penyalurannya sudah 100 persen. Sedangkan untuk penerima Non-DTKS baru mencapai 94 persen, yakni 1.325.942 penerima dari target 1.401.295 penerima.
Sementara berdasarkan data PT Pos, penerima bantuan DTKS baru mencapai 98 persen, yaitu 390.359 dari target 395.635 penerima, dan penerima Non-DTKS baru mencapai 71 persen yakni 1.008.123 dari target 1.408.817 penerima.
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020