• Beranda
  • Berita
  • Berbagi jaringan diyakini dapat bantu pengembangan ekonomi digital

Berbagi jaringan diyakini dapat bantu pengembangan ekonomi digital

19 Juni 2020 10:34 WIB
Berbagi jaringan diyakini dapat bantu pengembangan ekonomi digital
Ilustrasi: Teknologi 5G dalam sistem mobil. ANTARA/HO-Huawei.

Jika tidak melakukan network sharing maka akan sulit menerapkan 5G yang efisien dan efektif

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai penerapan mekanisme berbagi jaringan atau network sharing dapat membantu pengembangan ekonomi digital di Tanah Air.

"Jika tidak melakukan network sharing maka akan sulit menerapkan 5G yang efisien dan efektif. Sehingga penerapan network sharing seharusnya di teknologi baru dan area baru untuk pengembangan jaringan telekomunikasi. Tujuannya agar digital economy di Indonesia dapat segera tumbuh dan menarik investasi asing," kata Ketua Bidang Industri 4.0 Mastel Teguh Prasetya di Jakarta, Jumat.

Mastel mendorong pemerintah mengimplementasikan teknologi 5G untuk mendukung pengembangan industri Internet of Thing (IoT), yakni dengan membangun konektivitas yang banyak dan internet cepat.

Perangkat IoT membutuhkan konektivitas agar bisa berjalan. Saat ini yang menjadi masalah penerapan IoT secara masif adalah ketersediaan jaringan dan kapasitas jaringan di beberapa wilayah yang masih belum mencukupi.

Teguh mengakui, memang saat ini operator telekomunikasi sudah mengembangkan jaringan telekomunikasi hingga pelosok. Namun kualitas dan cakupannya masih belum merata.

"Jangankan untuk wilayah remote, ketika WFH kualitas internet di wilayah Jabodetabek mengalami penurunan," ujarnya.

Saat ini, pengembang IoT yang ingin mengimplementasikan usahanya terkendala ketersediaan dan kualitas jaringan. Oleh karena itu, ia mendukung agar pemerintah segera mengimplementasikan 5G.

Menurut Teguh, kapasitas dan cakupan jaringan telekomunikasi yang dikembangkan oleh operator sudah tak mencukupi lagi untuk kebutuhan masyarakat. Untuk daerah perkotaan dan industri seperti di Jabodetabek, layanan 4G sudah tidak cukup untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat karena teknologi 4G belum bisa menjanjikan koneksi yang banyak dan bandwidth yang besar.

“Saat ini kebutuhan akan 5G sudah mutlak dan mendesak diimplementasikan di Indonesia. Karena teknologi 5G menjanjikan koneksi yang lebih banyak dengan bandwidth yang lebih besar. Tantangannya di 5G juga membutuhkan frekuensi yang besar oleh sebab itu network sharing di teknologi baru mutlak dibutuhkan," ujar Teguh.

Saat ini, potensi yang paling mudah dilakukan pemerintah untuk menerapkan teknologi 5G ada di frekuensi 2.600 MHz. Saat ini frekuensi tersebut masih dimanfaatkan oleh televisi berbayar hingga 2024.

Seharusnya, lanjut Teguh, pemerintah bisa segera melakukan pembicaraan dengan penyelenggara televisi berbayar yang masih menggenggam frekuensi tersebut agar dapat segera melakukan penataan ulang atau refarming. Tujuannya agar frekuensi 2.600 Mhz tersebut dapat segera dimanfaatkan bagi 5G.

"Utilisasi dan pemanfaatan frekuensi 2.600 MHz oleh TV berbayar tersebut sangat rendah. Terlebih lagi PNBP di sektor TV berbayar dibandingkan dengan industri telekomunikasi juga jauh lebih kecil. Sehingga memanfaatkan frekuensi 2.600 MHz juga akan membawa dampak positif bagi APBN," ujar Teguh.

Untuk menerapkan 5G yang efektif dan efisien, menurut Teguh dibutuhkan regulasi network sharing karena untuk mengimplementasikan 5G dibutuhkan lebar pita frekuensi yang besar.

Padahal saat ini ketersediaan frekuensi juga menjadi tantangan tersendiri. Selain itu karena membutuhkan frekuensi yang besar, maka jarak antar BTS juga akan semakin dekat sehingga investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan 5G juga tidak sedikit.

Teguh berharap agar network sharing ini dapat berjalan bisa ditempuh melalui RUU Cipta Kerja yang saat ini tengah dibahas antara pemerintah dan DPR.

Oleh sebab itu, Teguh meminta agar pengaturan spectrum sharing untuk teknologi baru agar mendukung program strategis pemerintah dapat dicantumkan dengan jelas di dalam RUU Cipta Kerja.

Ia menginginkan agar regulasinya benar-benar jelas dan kerangka hukumnya harus ada terlebih dahulu. Tujuannya agar tidak ada lagi kasus pidana seperti yang pernah dialami oleh IM2.

"Selanjutnya Kemenkominfo harus segera membereskan frekuensi yang dapat dipergunakan untuk new technology. Sehingga semua aset dan sumber daya yang ada dapat didayagunakan secara maksimal. Semua ini ujung-ujungnya untuk mendukung perekonomian nasional," ujar Teguh.

Baca juga: Pemerintah diminta tugaskan operator bangun infrastruktur di daerah 3T
Baca juga: Telkom agresif modernisasi jaringan untuk persiapan layanan 5G
Baca juga: Jaringan 6G bisa 8.000 kali lebih cepat dari 5G

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020