• Beranda
  • Berita
  • Anggota F-Demokrat minta KPK tindak tegas penyimpangan Kartu Prakerja

Anggota F-Demokrat minta KPK tindak tegas penyimpangan Kartu Prakerja

20 Juni 2020 17:37 WIB
Anggota F-Demokrat minta KPK tindak tegas penyimpangan Kartu Prakerja
Dokumentasi - Pengurus DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ss/Spt/pri.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertindak tegas jika menemukan dugaan penyimpangan program Kartu Prakerja, setelah lembaga antirasuah itu mengeluarkan tujuh rekomendasi terkait program tersebut.

"Saya harap KPK bisa bergerak lebih tegas dan konstruktif terkait dugaan penyimpangan pelaksanaan Kartu Prakerja karena berpotensi menguapkan uang negara," kata Didik di Jakarta, Sabtu.

Pernyataan itu disampaikan Didik terkait langkah KPK memberikan tujuh poin rekomendasi kepada pemerintah dalam pelaksanaan program Kartu Prakerja.

Baca juga: KPK sampaikan tujuh rekomendasi perbaikan pelaksanaan Kartu Prakerja

"Sejak awal Kartu Prakerja dikeluarkan, saya sudah mengingatkan KPK untuk melakukan kajian, analisa, dan pengawasan yang ketat terhadap program tersebut dengan melibatkan PPATK dan BPK," katanya.

Langkah itu, menurut Didik, untuk mencegah terjadi penyimpangan kekuasaan atau "abuse of power" dan menghindari terjadinya korupsi karena mekanisme pelaksanaan program tersebut berpotensi dan rawan terjadi penyimpangan.

"Kalau KPK sudah menemukan indikasi adanya penyimpangan dan bahkan korupsi, jangan ragu-ragu untuk melakukan penindakan," ujarnya.

Politikus Partai Demokrat itu meminta KPK jangan pernah ragu memberantas korupsi apalagi saat negara sedang susah dan masyarakat menderita menghadapi pandemi COVID-19.

Baca juga: Wakil Ketua F-PAN: Evaluasi Kartu Prakerja harus berdasar masukan KPK

Menurut dia, hukum itu sangat terukur dan sederhana, tidak perlu pertimbangan yang panjang, asalkan ada unsur perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka seharusnya KPK tidak ragu untuk menindak.

"Korupsi saat darurat bencana merupakan adalah bagian moral hazard yang sangat memilukan dan memalukan buat bangsa ini," katanya.

Sebelumnya, KPK memberikan tujuh poin rekomendasi kepada Pemerintah terkait pelaksanaan program Kartu Prakerja. Rekomendasi ini diberikan setelah KPK menemukan sejumlah masalah dalam program Kartu Prakerja berdasarkan hasil kajian.

Baca juga: Sahroni: Apresiasi sikap proaktif KPK terkait Kartu Pra-Kerja

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan rekomendasi pertama, peserta yang disasar pada pekerja terdampak COVID-19 tidak perlu mendaftar secara daring melainkan dihubungi Project Management Office (PMO) atau Manajemen Pelaksana Progam Kartu Prakerja sebagai peserta program.

Kedua, penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya.

Ketiga, komite agar meminta "legal opinion" ke Jamdatun, Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan 8 platform digital apakah termasuk dalam cakupan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah.

Keempat, platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan (LPP), sehingga 250 pelatihan yang terindikasi memiliki potensi konflik kepentingan harus dihentikan penyediaannya.

Kelima, kurasi materi pelatihan dan kelayakannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.

Keenam, materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP.

"Ketujuh, pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif misalnya pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020