"Kami punya prinsip yaitu sekarang cradle to cradle, jadi artinya limbah B3 itu sebaiknya adalah dimanfaatkan. Bukan untuk dimusnahkan, bukan hanya sekedar ditimbun di land fill," kata Vivien ketika membuka diskusi online tentang pengelolaan SBE yang dipantau di Jakarta pada Selasa.
Baca juga: KLHK: Pemakaian masker kain bisa kurangi limbah medis masyarakat
Pemanfaatan itu penting karena berdasarkan hasil penelitian setiap 60 juta ton produksi minyak sawit menghasilkan 600.000 ton limbah SBE. Limbah itu sendiri masuk dalam kategori B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
SBE masih mengandung kadar minyak yang tinggi dan penimbunan secara open dumping atau digunakan untuk menguruk tanah dapat mencemari tanah dan air selain itu juga dapat mengakibatkan kebakaran.
Seiring dengan berkembangnya industri sawit tentu akan meningkatkan limbah SBE, kata Vivien. Selama beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan dengan tercatat sekitar 637 ribu ton pada 2018 menjadi sekitar 778 ribu pada 2019.
"Limbah SBE itu jangan dianggap sebagai sesuatu yang menyusahkan tapi dengan teknologi maka kita bisa mengelola limbah B3 itu menjadi lebih baik," kata dia.
Salah satu bentuk pemanfaatan SBE adalah melalui penerapan teknologi hexane extraction hingga kandungan minyak paling tinggi menjadi tiga persen. Teknologi itu bisa menghasilkan minyak biodiesel, bahan baku fresh bleaching earth, subtitusi bahan baku bata merah dan dimanfaatkan oleh pabrik semen.
Baca juga: Masuk kategori zona hijau, wisata TNUK Pandeglang siap dibuka kembali
Baca juga: KLHK gandeng ULM kendalikan kerusakan lingkungan hidup
Baca juga: Terdampak pandemi COVID-19, rehabilitasi hutan lahan dilanjutkan 2021
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020