Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam keterangannya, Jumat, mengatakan ambang batas parlemen adalah syarat bagi partai politik untuk mendapatkan kursi legislatif level pemilu DPR RI sejak Pemilu 2009.
Besarannya terus berubah, misalnya pada Pemilu 2009 ambang batas parlemen 2,5 persen, kemudian pada Pemilu 2014 3,5 persen dan pada Pemiku 2019 sebesar 4 persen.
Baca juga: Golkar: Ambang batas parlemen 7 persen ciptakan multipartai sederhana
Perludem menilai dalam praktik selama ini, penentuan angka ambang batas parlemen dalam UU Pemilu tidak pernah didasarkan pada basis perhitungan yang transparan, terbuka, dan sesuai dengan prinsp pemilu proporsional.
Ambang batas parlemen juga disebutnya mengganggu prinsip adil dalam konversi suara ke kursi bagi partai politik peserta pemilu serta pemilih yang memberikan suaranya.
"Menjaga proporsionalitas atau keberimbangan hasil pemilu legislatif menjadi tujuan utama dari diajukannya uji materi mengenai ketentuan ambang batas parlemen di UU Pemilu oleh Perludem ini," tutur Titi Anggraini.
Baca juga: F-PKS usulkan ambang batas parlemen 5 persen
Ia menyebut sebagai negara yang menerapkan sistem pemilu proporsional di pemilu legislatif, sudah sepatutnya proporsionalitas harus terpenuhi secara baik.
Meski mengajukan uji materi terhadap ambang batas parlemen, ia menegaskan Perludem bukan tidak setuju pada penerapan ambang batas parlemen, melainkan keberatan terhadap penentuan besaran ambang batas yang mengabaikan prinsip pemilu proporsional.
Menurut Perludem, penentuan besaran ambang batas parlemen diperlukan metode penghitungan yang jelas dan mengedepankan proporsionalitas pemilu, misalnya metode yang melibatkan variabel rata-rata besaran alokasi kursi per daerah pemilihan, jumlah daerah pemilihan serta jumlah kursi parlemen.
Baca juga: F-PAN usulkan ambang batas parlemen tetap 4 persen
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020