Bulan Juni 2020 hampir berakhir, gulita yang kerap menggantung di awan di atas Desa Gununglangit, Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah saat musim hujan hampir jarang lagi terlihat.
Kini jalan setapak yang selalu dilalui bidan Teguh Subekti (35) saat bertugas terasa makin cerah, secerah hatinya. Gelayut rasa cemas di hatinya telah jauh berkurang.
"Meskipun nama saya seperti laki-laki tapi saya ini perempuan banget, mudah cemas dan deg-deg-an apalagi saat ditugaskan untuk mendata pemudik yang pulang kampung saat musim Lebaran lalu," katanya.
Dia masih mengingat dengan jelas, sejak akhir Maret 2020 dia ditugaskan untuk mendata pemudik atau pelaku perjalanan yang pulang kampung ke Desa Gununglangit, Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara.
Totalnya ada sekitar 380 pemudik atau pelaku perjalanan yang ia data dan diberikan edukasi mengenai protokol kesehatan guna mencegah COVID-19.
Sepanjang pengabdiannya sebagai seorang bidan desa sejak tahun 2009, baginya, tugas kali ini adalah yang paling berat dan menantang.
"Ini merupakan tugas yang paling menantang dan paling sulit buat saya namun semuanya saya jalani dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas sambil terus berusaha menjaga kesehatan diri saya sendiri," katanya.
Banyak kenangan yang ia dapati selama bertugas mendata pelaku perjalanan tersebut, misalkan ada warga yang pulang kampung tapi tidak langsung melapor.
Ada juga pelaku perjalanan yang sudah diingatkan untuk melakukan karantina mandiri di rumah masing-masing selama 14 hari, namun masih juga keluar rumah.
"Sudah saya suruh berdiam di rumah dan jangan kemana-mana selama 14 hari namun malah keluar rumah dan mengabaikan protokol kesehatan," katanya.
Dia mengakui bahwa berhadapan secara tatap muka dengan para pemudik atau pelaku perjalanan itu sempat menyelipkan rasa takut di dalam pikirannya.
"Saya takut ternyata ada pelaku perjalanan yang baru kembali dari daerah zona merah dan ternyata merupakan orang tanpa gejala, sehingga saya takut terpapar, apalagi kalau diri saya sendiri mulai ada keluhan batuk, pilek dan lainnya, pikiran saya sudah kemana-mana dan merasa cemas," katanya.
Pernah, pada suatu hari usai melakukan pendataan, ia mengalami batuk, pilek dan susah menelan, ia langsung panik dan segera memeriksakan diri ke puskesmas terdekat, untung saja dia dinyatakan sehat dan hanya mengalami kelelahan, sehingga keesokan harinya ia bisa kembali bertugas seperti biasa.
Pada saat bertugas dia harus mendatangi satu persatu rumah para pemudik atau pelaku perjalanan tersebut. Masuk ke ruang tamu atau hanya sebatas teras rumah lalu berbincang dan melakukan pendataan secara menyeluruh.
Kadang dirinya menuju lokasi dengan berjalan kaki berteman sunyi, kadang juga bersama motor bebeknya yang selama ini setia menemani.
"Saya datangi satu persatu rumahnya, saya data, saya edukasi mengenai protokol kesehatan, untuk keamanan diri saya selalu menjaga jarak fisik 1,5 meter atau lebih saat berada di dalam rumah mereka," katanya.
Setelah selesai melakukan pendataan dari rumah ke rumah, dia akan langsung pulang ke rumah dan buru-buru mandi dan merendam semua pakaian yang ia kenakan menggunakan sabun cuci.
"Saya harus selalu bersih-bersih saat pulang ke rumah karena ada anak-anak saya yang harus saya lindungi dan saya jaga kesehatannya. Setiap saya sampai di rumah dan sudah bersih-bersih maka saya bisa merasa lega," katanya.
Namun terkadang, rasa cemas hadir lagi saat keesokan harinya dia kembali bertugas, salah satu contohnya saat membantu persalinan penduduk desa yang akan melahirkan.
"Pada masa pandemi seperti sekarang ini tentu jadi lebih was-was saat membantu persalinan penduduk desa, pernah kejadian ternyata suami dari perempuan yang saya bantu persalinannya merupakan pelaku perjalanan dari luar kota yang belum genap 14 hari melakukan karantina mandiri, tentu saya cemas," katanya.
Namun sekarang semuanya sudah terlewati dan dia bersyukur masih diberi kesehatan dan bisa bertugas dengan penuh rasa tanggung jawab, pandemi tidak lantas membuat dia kehilangan semangat untuk membantu sesama.
Hingga saat ini dia masih bertugas melakukan pendataan terhadap pelaku perjalanan yang pulang kampung ke Desa Gununglangit, namun intensitasnya sudah jauh berkurang bila dibandingkan musim Lebaran lalu.
Dia juga sudah lebih terbiasa dengan kondisi saat ini, berbekal alat pelindung diri yang mumpuni ia siap mengabdi dan berdiri tegak di tengah pandemi.
Ia juga merasa selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa. Baginya pandemi COVID-19 membuatnya makin dekat dan makin mengenal seluruh warga desa, terutama yang selama ini merantau di luar kota, dan itu membuatnya bahagia.
"Saya terus berharap pandemi dapat segera berlalu, saya ingin seluruh warga Gunung Langit tetap sehat dan tidak terpapar COVID-19," katanya.
Harapan itu ia semat dalam doa, bersama dengan jejak kenangan yang ia simpan rapat di ingatan yang nanti akan ia ceritakan kepada semesta, bahwa ia pernah menjadi bagian dari perjalanan ini.
Walau hanya jejak kecil di jalan-jalan setapak desa di sebelah Utara Banjarnegara, namun pernah membuat semangatnya menyala-nyala.
Berperan Strategis
Sementara itu, akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Ridlwan Kamaluddin mengatakan bidan memang memiliki peran strategis sebagai salah satu garda terdepan dalam upaya penanganan COVID-19.
"Bidan khususnya yang bertugas di desa, sebagai salah satu komponen masyarakat yang mengerti seluk beluk desa tersebut, berperan strategis dalam peningkatan dan pemeliharaan status kesehatan masyarakat terutama pada masa pandemi ini," katanya.
Koordinator bidang kesehatan Pusat Mitigasi Bencana Unsoed tersebut mencotohkan selama masa pandemi ini bidan desa ikut melakukan pendataan pemudik yang pulang kampung dan menyosialisasikan mengenai pentingnya karantina mandiri selama 14 hari guna mencegah penyebaran COVID-19.
Selain itu bidan juga berperan dalam menyosialisasikan mengenai upaya mencegah COVID-19 dan pentingnya menerapkan pola hidup bersih dan sehat kepada para penduduk desa.
"Dengan bekal ilmu yang dimiliki dan pemahaman mengenai kondisi desa maka bidan berperan strategis dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat setempat dengan mengedepankan kearifan lokal dan budaya setempat," katanya.
Sementara itu, kisah bidan Teguh juga makin meneguhkan bahwa pada masa pandemi ini makin terlihat peran bidan dalam upaya penanganan COVID-19.
Dengan bekal keilmuan dan kompetensinya, bidan seperti dirinya mempunyai kontribusi spesifik dalam penanganan COVID-19 berbasis komunitas dengan cara mendorong warga desa untuk berperan aktif memutus mata rantai penularan virus. ***3***
Baca juga: Aceh Barat kembalikan bidan ke desa turunkan angka kematian ibu hamil
Baca juga: Pemerintah andalkan bidan desa atasi AKI
Baca juga: Pemkab Musi Banyuasin minta bidan desa tingkatkan kualitas Balita
Baca juga: Pemerintah diharapkan jamin ketersediaan dokter dan bidan
Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020