Lisda mengatakan Fraksi Nasdem menilai isi RUU PKS merupakan suatu kebutuhan untuk melindungi kaum perempuan dan anak dari para pelaku kekerasan seksual yang semakin meningkat hingga saat ini.
“Berdasarkan data Komnas Perempuan dari 2015-2019, jumlah kasus kekerasan seksual terus meningkat. Puncaknya di 2019 mencapai 431.471 kasus, bahkan laporan secara langsung ke Komnas Perempuan mencapai 1.419 laporan. Artinya ini sudah menjadi sesuatu yang mendesak. Sampai kapan kita harus menunggu,” ujar Lisda dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Taufik Basari: Fraksi NasDem lanjutkan usulan RUU PKS
Bahkan data terparah, menurut Lisda, terjadi pada 2001 hingga 2011 yang mencatat kekerasan seksual terjadi sebanyak 35 kasus setiap harinya.
“Jadi sebenarnya tidak ada alasan RUU PKS sulit untuk disahkan, karena data sudah terpampang dengan sangat jelas betapa pelaku kejahatan seksual leluasa di Indonesia. Satu-satunya cara untuk menghapusnya adalah penerapan UU PKS,” ujarnya.
Karena itu, Fraksi NasDem di Komisi VIII ingin menjadikan RUU PKS sebagai Undang-Undang yang dapat melindungi kaum perempuan dan anak, dari para pelaku kekerasan seksual yang semakin menjadi saat ini.
Baca juga: Baleg jelaskan alasan Komisi VIII tarik RUU PKS dari Prolegnas 2020
Lisda menambahkan bahwa Fraksi NasDem DPR RI tetap optimistis untuk melanjutkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi Undang-Undang.
“Jadi kalau ada pernyataan pencabutan (RUU PKS), saya pastikan itu dari pribadi yang bersangkutan. Kami, khususnya Fraksi NasDem di Komisi VIII DPR, masih optimistis dengan pengesahan RUU tersebut, dan akan terus mengupayakan," kata Lisda.
Baca juga: TePI: Keluarkan RUU PKS dari prolegnas, DPR tak peka terhadap korban
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020