Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan bahwa regulasi yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait dengan lobster muaranya adalah untuk menyejahterakan rakyat terutama mereka yang berhubungan dengan komoditas lobster.Kita libatkan masyarakat untuk bisa budidaya (lobster). Muaranya menyejahterakan
"Kita libatkan masyarakat untuk bisa budidaya (lobster). Muaranya menyejahterakan," kata Menteri Edhy dalam rilis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/2020 adalah memastikan bahwa nelayan dapat mencari penghidupan dengan menangkap benih lobster. Selain itu, kebijakan tersebut juga ditujukan untuk membangkitkan geliat pembudidayaan lobster di berbagai daerah.
Terlebih, lanjutnya, saat ini pemerintah telah menyediakan akses permodalan yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan.
Untuk itu, Menteri Edhy menginginkan publik dapat melihat kebijakan itu secara utuh dengan mengingat arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan meliputi perlindungan dan pemberdayaan serta peningkatan pendapatan nelayan.
Baca juga: KKP: regulasi lobster jaga keberlanjutan sekaligus kesejahteraan
Baca juga: Menteri KP klaim mampu awasi ekspor benih lobster
Sebagaimana diwartakan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyoroti aspek transparansi dalam pemilihan 26 perusahaan eksportir benih lobster yang selama ini telah dilakukan oleh KKP.
"Apa dasar pemilihannya dan bagaimana rekam jejak perusahaan-perusahaan itu? masyarakat tak ada yang mengetahui hal itu," kata Sekjen Kiara Susan Herawati.
Susan mengingatkan, setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh KKP harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik, terutama masyarakat bahari yang hidupnya sangat tergantung kepada sumber daya kelautan dan perikanan.
Selain itu, dia juga menyampaikan kembali penilaian Ombudsman Republik Indonesia yang menyebut terdapat banyak potensi kecurangan dalam mekanisme ekspor benih lobster tersebut.
"Bahkan, Ombudsman menyebut bahwa izin ekspor benih lobster itu bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan seharusnya mempertimbangkan penilaian tersebut," ujarnya.
Susan mendesak untuk segera dibuka informasi secara detail 26 perusahaan yang mendapatkan izin melakukan ekspor benih lobster.
Hal tersebut, masih menurut dia, karena perusahaan tersebut dinilai mendapatkan keuntungan paling besar dengan adanya Permen Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12 Tahun 2020. Pada saat yang sama, negara dinilai hanya menerima PNBP sangat kecil sekali.
"Berdasarkan data Bea dan Cukai pada tanggal 12 Juni 2020, PNBP yang diperoleh negara hanya sebesar Rp.15.000 dari 60.000 ekor benih lobster yang diekspor. Angka yang sangat miris sekali. Jika negara hanya mendapatkan Rp.15.000 per 60.000 ekor, maka berapa yang didapatkan oleh nelayan? Fakta ini menunjukkan perusahaan ekspor lobster menang banyak," ujarnya.
Baca juga: Kiara soroti pemilihan perusahaan eksportir benih lobster
Baca juga: Legislator minta ekspor benih lobster tunggu ada regulasi turunan
Baca juga: Legislator minta pengawasan terhadap kebijakan ekspor benih lobster
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020