Undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan oleh China minggu ini di Hong Kong akan menghukum kejahatan pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan ancaman hingga seumur hidup di penjara.
"Kami khawatir bahwa penangkapan telah dilakukan dengan segera berdasarkan hukum itu, ketika tidak ada informasi lengkap dan pemahaman tentang ruang lingkup pelanggaran," kata Juru Bicara OHCHR Rupert Colville dalam konferensi pers di Jenewa, Jumat.
Ratusan orang ditangkap dalam suatu demonstrasi pada Rabu, sehari setelah undang-undang baru tersebut berlaku, dan setidaknya 10 orang telah didakwa berdasarkan hukum itu.
"Kami prihatin bahwa definisi beberapa pelanggaran yang terkandung dalam undang-undang itu tidak jelas dan terlalu luas dan tidak cukup membedakan antara tindakan kekerasan dan non-kekerasan. Ini dapat menyebabkan interpretasi dan penegakan hukum yang diskriminatif atau sewenang-wenang, yang dapat merusak perlindungan hak asasi manusia," tutur Colville.
Pelanggaran "kolusi dengan negara asing atau dengan unsur-unsur eksternal" dapat membuat aktivis bertanggung jawab atas penuntutan karena menggunakan hak mereka untuk kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul secara damai, ujar dia.
Ketentuan undang-undang yang menjamin anggapan tidak bersalah dan hak atas proses hukum dan peradilan yang adil harus ditegakkan, sejalan dengan perjanjian internasional yang melindungi hak-hak sipil dan politik, pungkasnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Warga Hong Kong dituntut atas terorisme, hasutan separatisme
Baca juga: Pemerintah nyatakan slogan "bebaskan Hong Kong" ilegal
Baca juga: UU Keamanan baru berlaku, Taiwan imbau warganya tak ke Hong Kong
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020