"Di China, banjir dan kekeringan menjadi masalah tersendiri terhadap produksi pertanian dan produk turunannya. Namun sektor pertanian hanya berkontribusi sekitar 8 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan sekarang musim panen gandum," kata Profesor Cao Heping dari Peking University, Minggu (6/7).
Wakil Direktur Asosiasi Pelaku Ekonomi Beijing (BEOA) Tian Yun berpendapat bahwa dampak banjir musiman terhadap ekonomi nasional hanya berjangka pendek dan regional.
"China telah mengalami situasi yang sama sebelumnya dan musim hujan akan berlalu pada bulan Agustus sehingga pengaruhnya terhadap pertumbuhan PDB akan negatif 0,1 persen, jika kalau pun benar terjadi," ujarnya dikutip Global Times, Senin.
Kementerian Sumber Daya Air China (MWR) pada Sabtu (5/7) telah meningkatkan status kewaspadaan banjir dari level II ke level III.
Banjir yang menerjang 26 provinsi dan menyebabkan 1.560 hektare lahan pertanian telah mengakibatkan kerugian ekonomi sekitar 41,64 miliar yuan atau sekitar Rp85,6 triliun.
Dibandingkan dengan banjir, dampak pandemi COVID-19 jauh lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kesulitan utama perekonomian selama pandemi adalah pembatalan permintaan barang dari luar negeri dalam jumlah besar, demikian para pakar.
Tian memprediksi pertumbuhan ekonomi China sekitar 1 persen, sedangkan Cao lebih optimistis akan tumbuh 1-3 persen.
"Konsumsi yang tidak terealisasi pada paruh pertama tahun ini akan pulih pada paruh kedua. Dan jika kebijakan pendukung pemerintah yang relevan diberlakukan, pertumbuhan PDB kemungkinan bahkan akan lebih tinggi dari 3 persen," ujar Cao.
Baca juga: Merujuk China, jangan kaget pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 minus
Baca juga: China pangkas daftar negatif investasi asing
Baca juga: China sebut dampak ekonomi akibat virus corona bersifat sementara
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020