Titen, di Gorontalo Utara, Senin, bertutur, sejak dinyatakan positif COVID-19 hasil tes usap (swab test) pada 11 Juni 2020, sempat panik hingga tekanan darahnya naik mencapai 180-190.
"Kondisi saya cukup sehat dan tidak merasakan apa-apa sejak salah satu tetangga atau anak buah kapal ikan dari Manado, yang sempat kontak dengan keluarganya dinyatakan positif COVID-19 pada 4 Juni 2020. Saya langsung syok hingga jantung berdebar, cukup panik dan entah harus bagaimana," ujarnya.
Pasalnya, tidak hanya dirinya, namun cucu laki-lakinya yang masih berusia balita, juga dinyatakan positif COVID-19.
Saat itu, ia dan keluarga besarnya sementara melakukan isolasi mandiri di rumah secara ketat, termasuk 20 kepala keluarga (KK) dari total 21 KK.
Karena sempat kontak, membuat 21 KK di dusun itu diminta wajib mengikuti tes cepat (rapid test) COVID-19 di rumah sakit umum daerah (RSUD) Zainal Umar Siddiki. "Yang reaktif, langsung dilakukan tes usap. Hasilnya pun, saya dan cucu serta menantu dinyatakan positif COVID-19," ungkapnya.
Kepanikan pun langsung melanda suaminya, kata Titen, karena tidak merelakan isteri, cucu dan menantunya harus di karantina di rumah sakit untuk penyembuhan.
Baca juga: Gorut zona hijau pascalima positif COVID-19 dinyatakan sembuh
Hanya tiga
Apalagi cucunya sangat dekat dengan ibunya bahkan belum pernah hidup terpisah. "Benar-benar di bawah pengasuhan ibunya sejak bayi bahkan masih minum susu dari botol. Kondisi cucu saya pun saat itu sehat dan aktif bermain," tuturnya.
Cukup mengherankan, kata Titen, dari 7 orang penghuni rumahnya, hanya 3 diantaranya positif COVID-19.
Setelah mendapatkan informasi dari pihak tenaga kesehatan, kondisi tersebut diterimanya dengan ikhlas untuk menjalani karantina agar penularan COVID-19 segera berakhir.
Suami dan anggota keluarganya melakukan isolasi mandiri di rumah, sementara ia dan cucu serta menantunya, dikarantina di rumah sakit tersebut hingga dipastikan negatif hasil tes usap sebanyak 2 kali.
Selama 12 hari kami dikarantina tanpa keluhan kesehatan apa-apa, kecuali tekanan darah saya yang tak kunjung normal.
"Selama dikarantina, secara fisik kami cukup sehat. Sampai-sampai saya berucap kepada petugas kesehatan di ruang isolasi tersebut, jika saya mati, pasti penyebabnya darah tinggi bukan akibat Corona mengingat tensi darah yang sangat tinggi hingga saat ini," ucapnya berkisah.
Pelayanan di rumah sakit cukup baik, bahkan hingga dinyatakan sembuh dan bisa pulang ke rumah, seluruh petugas kesehatan sangat ramah dan ikut mengantar keluar dari rumah sakit.
"Kami dilayani dengan baik, meski terkadang menu makanannya tidak sesuai selera, namun bersyukur pihak rumah sakit, khususnya para tenaga kesehatan memberi perhatian dan terus menyemangati," ungkapnya.
Termasuk pemerintah daerah, yaitu Wakil Bupati Thariq Modanggu, ikut menjemput.
Baca juga: Kepala Pengadilan Agama Gorontalo Utara cerita pengalaman karantina
Ekonomi keluarga terganggu
Dua hal yang sempat dirisaukannya, yaitu selama menjalani karantina, suaminya yang seorang buruh lepas, tidak mendapatkan bantuan pangan yang cukup.
"Kami sangat-sangat kesulitan, tidak punya penghasilan dan hanya menerima bantuan pangan masing-masing satu paket dari pihak Bank SulutGo melalui pemerintah daerah serta dari fraksi NasDem DPRD diantar langsung Wakil Ketua I, pak Roni Imran, selebihnya kami sekeluarga sangat sulit bertahan hidup," ungkapnya.
Ia berharap, kondisi tersebut menjadi perhatian pemerintah daerah bagi masyarakat yang terpapar COVID-19, apalagi anak bungsunya sempat dirundung saat mendaftar sekolah di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Anak saya dikabarkan tidak diterima di sekolah manapun karena keluarganya mengidap COVID-19.
"Saya kepikiran sekali, bahkan sempat ingin mendatangi Dinas Pendidikan untuk mengadukan kondisi yang dihadapi. Alhamdulillah, tantangan itu berhasil kami lewati dan anak saya telah terdaftar untuk masuk SMA," ungkapnya.
Ia berharap, masyarakat tidak merundung para mantan pasien COVID-19, sebab ini bukan aib dan dia pun tidak menyangka terpapar virus ini.
Titen sekeluarga tidak pernah melakukan perjalanan ke luar daerah.
Mereka dan satu orang warga dusun tersebut, serta 2 orang di Desa Katialda, terpapar COVID-19 dari seorang nelayan tangkap asal Manado, Sulawesi Utara, yang bersandar di Pelabuhan Kwandang dan tinggal di rumah kontrakan di depan rumahnya.
Kontak antar warga menyebabkan paparan COVID-19 dialami keluarga Titen.
Baca juga: Sekda Gorontalo Utara pantau simulasi normal baru di sekolah
Gunakan masker
Kesulitan ekonomi masih dihadapi keluarganya dampak pembatasan aktivitas selama menjalani masa karantina.
"Saya tidak mengeluh, tapi pandemi ini membuat penghasilan keluarga belum stabil bahkan untuk membeli seragam sekolah anak, belum tahu harus mendapatkannya dari mana," ucapnya.
Uang pendaftaran sekolah sekitar Rp700 ribu lebih belum terbayar, sebab suaminya hanya seorang buruh bangunan dengan tawaran pekerjaan tak menentu, ujarnya sendu.
Satu hal yang terus digaungkannya hingga saat ini, yaitu mengampanyekan ke para saudara terdekat dan masyarakat luas untuk tetap menggunakan masker, rajin mencuci tangan serta menjaga jarak.
"Pola hidup keluarga kami pun berubah, yaitu tetap menggunakan masker serta tidak melakukan aktivitas di luar rumah jika tidak penting. Anjuran itu juga disampaikan Pak Wabup saat menjemput kepulangan kami dari rumah sakit," katanya.
Titen mengajak masyarakat berdoa dan berikhtiar untuk terhindari dari virus corona.
Dampak corona juga sangat terasa khususnya pada perekonomian rumah tangga. "Semoga masyarakat tetap patuh dan tidak ada lagi kasus baru di daerah ini," ucapnya.*
Baca juga: Rachmat Gobel bantu dua bayi positif COVID-19 asal Gorontalo Utara
Baca juga: Enam warga positif, Bupati minta waspadai COVID-19
Pewarta: Susanti Sako
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020