Panglima TNI menyampaikan hal itu di hadapan 750 Capaja Taruna dan Taruni TNI/Polri secara virtual di Mako Akademi TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu.
"Ancaman faktual ini terbukti telah memberikan dampak kerusakan terhadap tatanan dunia dan kemanusiaan. Selama vaksin dan obatnya belum ditemukan, maka kita tidak boleh lengah. Karena musuh yang kita hadapi saat ini adalah musuh yang tidak kasatmata, tidak mengenal batas negara dan menyerang siapa saja tanpa pandang bulu," ucap Panglima TNI.
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto juga mengingatkan sebagai generasi milenial TNI-Polri, taruna dan taruni harus mampu mengeksploitasi semua kemudahan dan keunggulan teknologi untuk melaksanakan tugas.
"Medan perang modern saat ini tidak hanya berlangsung di gunung, gurun, lautan dan angkasa, tetapi bisa jadi berada dekat di tengah-tengah kita, bahkan dalam genggaman kita. Domain baru perang modern itu adalah siber dan internet of things, sesuatu yang sudah sangat akrab bagi kalian," katanya.
Selain penguasaan dalam domain baru pertempuran modern, para Capaja juga harus mengikuti perkembangan ancaman biologi seperti pandemi COVID-19.
Baca juga: WHO: kurangnya kepemimpinan global "ancaman terbesar" perangi pandemi
Menurut Hadi, angka kematian dunia akibat COVID-19 hampir dua kali lipat korban jiwa akibat perang Vietnam. Pandemi juga telah membuat perekonomian dunia terjun bebas.
"Jutaan orang menjadi pengangguran, banyak perusahaan yang gulung tikar, produsen bahan pangan berupaya melindungi kepentingan dalam negeri, dan sebagainya," ucapnya.
Dampak ancaman biologis virus COVID-19 ini telah mengguncang dunia, walaupun korbannya masih jauh di bawah angka kematian akibat Flu Spanyol pada tahun 1918. Bahkan, negara-negara maju dengan sistem kesehatan yang sangat modern turut kewalahan.
"Dengan semakin besarnya kemampuan kita melaksanakan pemeriksaan dan penelusuran, kasus positif Indonesia diprediksi dapat melebihi angka terkonfirmasi China pada akhir bulan Juli ini," kata Panglima TNI.
Ia menyebutkan, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan Pemerintah, ditujukan untuk menekan laju penularan, menekan pandemi karena belum tersedianya vaksin dan obat.
Namun demikian, saat sebagian wilayah tidak lagi memberlakukan PSBB, terdapat euforia di tengah masyarakat.
"Kita lihat bagaimana masyarakat melaksanakan kegiatan seperti saat sebelum ada pandemi. Tidak ada lagi jaga jarak. Sebagian bahkan merasa tidak lagi perlu menggunakan masker. Padahal kita ketahui bahwa di negara-negara lain terjadi gelombang kedua COVID-19, yang diantaranya terjadi karena kurang disiplinnya masyarakat menerapkan protokol kesehatan saat lockdown dicabut," ujarnya.
Menurut Panglima, kesadaran bahwa protokol kesehatan merupakan prasyarat mutlak untuk mengalahkan pandemi masih belum terbentuk.
Langkah Gugus Tugas untuk melaksanakan pengambilan spesimen secara massif dan pelacakan yang agresif malah dianggap mengganggu kebebasan seseorang dalam berusaha, kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) ini.
"TNI-Polri kembali bahu membahu berupaya memberikan edukasi dan sosialisasi. Sebagai bagian dari Gugus Tugas di daerah, prajurit TNI dan anggota Polri berupaya membangun disiplin protokol kesehatan. Upaya ini tidak mudah mengingat kompleksitas permasalahan yang ada," kata Hadi.
Dalam acara itu nampak hadir Kapolri Jenderal Pol Idham Azis yang juga memberikan pembekalan kepada Capaja TNI/Polri.
Baca juga: Eijkman: Waspadai flu babi G4 jadi pandemi
Baca juga: Kemhan aktifkan desk ancaman "CBRN-E"
Baca juga: Kapolri dan Panglima TNI kunjungi pasar dan mal di Semarang
Baca juga: Presiden Brazil Bolsonaro positif terinfeksi corona
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020