Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Dr. Emrus Sihombing menilai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memiliki kans untuk masuk ke dalam kabinet Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma'ruf Amin.Kalau AHY diberi peluang (masuk kabinet), menurut saya sangat produktif
"Kalau AHY diberi peluang (masuk kabinet), menurut saya sangat produktif," kata Emrus, di Jakarta, Kamis, menanggapi safari politik yang belakangan gencar dilakukan AHY.
Baca juga: Mensesneg: "reshuffle" tidak relevan lagi bila kabinet bekerja bagus
Baca juga: Peneliti: Reshuffle harus berdasarkan evaluasi bukan survei
Baca juga: Presiden tegur langsung menteri yang realisasi anggarannya rendah
Menurut Emrus, safari politik yang dilakukan ke sejumlah tokoh, seperti Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, kemudian Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto jelas bermakna politis.
Berdasarkan teori komunikasi politik, kata dia, pertemuan antartokoh politik jelas mengandung pesan komunikasi yang berkaitan dengan politik dan kekuasaan.
"Artinya, hubungan antartokoh politik sudah mencair. Arahnya bisa saja berkaitan 'reshuffle' hingga persiapan (Pilpres) 2024. Itu hanya mereka yang tahu," kata Direktur Eksekutif Emrus Corner tersebut.
Seiring dengan itu, wacana AHY masuk kabinet menguat, Emrus mengatakan bisa saja AHY masuk karena "reshuffle" kabinet merupakan hak prerogatif Presiden.
Seandainya AHY masuk ke kabinet, ia menilai sebenarnya bisa menguatkan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dan masyarakat tidak perlu khawatir kekuatan oposisi akan melemah.
"Ya, tentu harus ditempatkan di posisi yang sesuai dengan kapabilitasnya," katanya.
Soal kekuatan oposisi, Emrus menjelaskan perubahan zaman menjadikan media sosial (medsos) kekuatan oposisi yang luar biasa terhadap jalannya pemerintahan.
"Teori yang mengatakan kekuatan oposisi ditentukan kursi di DPR juga sudah berubah di zaman sosmed seperti sekarang. Itu kan dulu zaman belum ada sosmed," katanya.
Sekarang berbeda, kata dia, sebab kekuatan masyarakat melalui sosmed tak kalah dahsyat dibandingkan partai politik dalam melakukan "check and balance" terhadap pemerintahan.
"Jadi, seandainya parpol di oposisi cuma tinggal satu. Katakanlah, misalnya saja tinggal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tidak masalah. Justru ini menguntungkan oposisi karena di-'back up' kekuatan sosmed," kata Emrus.
Baca juga: Hoaks, Fadli Zon dapat jatah menteri
Baca juga: Watimpres : Isu perombakan kabinet diharap picu kerja lebih keras
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020