"Sanksinya pasti ada, sebab sudah ditetapkan harga maksimum, kalau melampaui itu berarti pelanggaran," kata Menteri Koordinator Bidang PMK Muhadjir Effendy di Kantor Kemenko PMK di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Pemerintah luncurkan tes cepat COVID-19 buatan dalam negeri
Terkait aturan tertulis yang mengatur sanksi pelanggaran, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu mengatakan hal itu merupakan ranah atau domain dari Kementerian Kesehatan.
Terutama pasal-pasal yang mengatur pelanggaran jika ada pihak yang menetapkan tarif di atas Rp150 ribu sesuai surat edaran Kemenkes nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi.
"Tapi yang jelas ada sanksi," kata dia.
Muhadjir mengatakan patokan biaya yang dikeluarkan Kemenkes tersebut merupakan standar harga tertinggi, jadi bisa saja ada fasilitas kesehatan yang menetapkan tarif di bawah itu.
Baca juga: Menko PMK ajak masyarakat nikmati protokol kesehatan
Baca juga: Menko PMK minta tidak percaya informasi bahwa COVID-19 itu hoaks
Bahkan, pemerintah berupaya menekan biaya maksimum Rp150 ribu tersebut lebih rendah lagi. Apalagi, Kemenko PMK bersama Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Nasional dan Inovasi serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) baru saja meluncurkan tes cepat buatan dalam negeri.
"Untuk biaya tes cepat yang buatan dalam negeri ini Rp75 ribu," katanya.
Selain itu, apabila tes cepat buatan dalam negeri tersebut telah diproduksi massal, bisa menjadi patokan harga di lapangan, sehingga diharapkan tidak ada lagi biaya tes cepat yang dipatok dengan tarif di atas Rp75 ribu.
Kalaupun ada, Muhadjir memperkirakan akan tersingkirkan dengan sendirinya atau tidak laku.
Baca juga: Menko PMK minta inovasi universitas bantu penanggulangan COVID-19
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020