Menko PMK jelaskan istilah "new normal"

13 Juli 2020 13:41 WIB
Menko PMK jelaskan istilah "new normal"
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan pernyataan di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Senin (13/7). ANTARA/Desca Lidya Natalia

istilah new normal , lockdown itu memang tidak sesuai UU

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan penggunaan istilah new normal yang sebelumnya diakui sebagai suatu kesalahan dalam penanganan pandemi COVID-19.

"Soal new normal, setahu saya sudah dipertegas sekarang tidak menggunakan new normal sekarang istilahnya adaptasi dengan keadaan yang baru. Kita tidak perlu ribut dengan istilahlah," kata Muhadjir di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Senin.

Muhadjir menyampaikan hal itu seusai mengikuti rapat terbatas dengan topik "Percepatan Penanganan Dampak Pandemi Covid-19" yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Pada rapat tersebut, Presiden Jokowi menyoroti meningkatnya kasus positif di Indonesia dengan total kasus 75.699.

Baca juga: Doni Monardo: Masih ada yang anggap COVID-19 konspirasi
Baca juga: Pemerintah tambahkan ketentuan dalam protokol pencegahan COVID-19


Sebelumnya Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengakui bahwa istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi COVID-19 adalah diksi yang salah.

Yuri mengatakan pemerintah menggunakan istilah adaptasi kebiasaan baru apalagi penggunaan istilah new normal  dianggap masyarakat kembali berkegiatan seperti biasa tanpa memperhatikan protokol kesehatan.

"Karena kalau kita berangkat dari undang-undang, menurut UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, saat ini adalah masa transisi, rehabilitasi dan rekonstruksi sosial ekonomi tapi memang UU ini tidak terlalu kompatibel dengan bencana non-alam," ungkap Muhadjir.

Menurut Muhadjir, Komisi VIII DPR berinisiatif untuk merevisi UU No 24 tahun 2007 seiring dengan perkembangan yang ada.

"Terutama karena kita sudah alami bencana wabah non-alam ini. Akan disesuaikan, nanti ada istilah khusus dengan UU yang baku. Jadi istilah new normal , lockdown itu memang tidak sesuai UU sehingga kalau kita gunakan harus berhati-hati, termasuk juga dengan (istilah) adaptasi baru itu juga tidak dalam UU," tambah Muhadjir.

Baca juga: Kemkes: Rp150 ribu bukan HET rapid test COVID-19
Baca juga: 4.023 pasien RSD Wisma Atlet sembuh COVID-19


Muhadjir mengatakan istilah new normal berasal dari pengusaha Roger McNamee yang menulis buku The New Normal: Great Opportunities in a Time of Great Risk.

"New normal itu sebetulnya tidak ada urusannya dengan COVID-19 karena dia itu kan pialang modal ventura, dia bahas bagaimana dia memanfaatkan keuntungan besar dalam krisis besar jadi sebenarnya tidak ada urusannya dengan COVID-19 karena dia tulis itu di 2004 sebagai bentuk refleksi itu dari krisis moneter 1998," ungkap Muhadjir.

Muhadjir pun meminta agar istilah new normal  dapat dipergunakan dengan berhati-hati.

"Karena itu kita harus hati-hati menggunakan diksi itu, tapi ya tidak dilarang namanya juga istilah.," kata Muhadjir.

Hingga Minggu (12/7) jumlah terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia mencapai 75.699 orang dengan 35.638 orang dinyatakan sembuh dan 3.606 orang meninggal dunia. Jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 13.882 orang dan orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 38.705 orang dengan total spesimen yang diuji sudah sebanyak 1.061.367.

Kasus positif COVID-19 ini sudah menyebar di seluruh 34 provinsi di Indonesia dengan daerah terbanyak positif yaitu Jawa Timur (16.658), DKI Jakarta (14.517), Sulawesi Selatan (6.973), Jawa Tengah (5.473), Jawa Barat (5.077), Kalimantan Selatan (4.146), Sumatera Selatan (2.653), Sumatera Utara (2.323), Papua (2.267), Bali (2.195), Sulawesi Utara (1.660), Banten (1.593), Nusa Tenggara Barat (1.550), Kalimantan Tengah (1.196).

Baca juga: Indonesia bidik peluang investasi di Pasifik di tengah pandemi
Baca juga: Forum Ekselen BUMN sebut pentingnya keberlanjutan bisnis di era Covid


Berdasarkan data dari situs Worldometers, hingga Senin (13/7) pagi terkonfirmasi di dunia ada 13.035.942 orang yang terinfeksi virus corona dengan 571.571 kematian sedangkan sudah ada 7.582.035 orang yang dinyatakan sembuh. Kasus di Amerika Serikat mencapai 3.413.995 kasus, di Brazil 1.866.176, di India 879.466 kasus, di Rusia 727.162 kasus, di Peru 326.326 kasus, di Cili 315.041, di Spanyol 300.988 kasus, di Meksiko 299.750 kasus, di Inggris 289.603 kasus dan di Afrika Selatan 276.242 kasus.

Jumlah kematian tertinggi bahkan saat ini terjadi di Amerika Serikat yaitu sebanyak 137.782 orang, disusul Brazil yaitu sebanyak 72.151 orang, selanjutnya di Inggris sebanyak 44.819 orang, di Meksiko 35.006 orang, di Italia sebanyak 34.954 orang, di Prancis sebanyak 30.004 orang, di Spanyol sebanyak 28.403 orang, di India sebanyak 23.187 orang. Saat ini sudah ada lebih dari 215 negara dan teritori yang mengonfirmasi kasus positif COVID-19.

Baca juga: Pemerintah akan terapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan
Baca juga: Presiden ingin langkah konkret positif "rate" COVID-19 10,5 persen

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020