DPR setujui RUU MLA Indonesia-Swiss jadi UU

14 Juli 2020 19:19 WIB
DPR setujui RUU MLA Indonesia-Swiss jadi UU
Dokumentasi - Gedung DPR tampak dari depan di kompleks parlemen Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/pri.

Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss (Mutual Legal Assistance/MLA RI-Swiss) menjadi UU.

"Apakah dapat disetujui RUU tentang Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss menjadi UU?" kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang menjadi pimpinan sidang dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa tersebut.

Saat itu seluruh anggota DPR yang hadir menyatakan RUU tersebut disetujui menjadi UU.

Baca juga: Menkumham RI tanda tangani perjanjian hukum dengan Rusia
Baca juga: Rasio : Sistem MLA permudah tangani pelaku-pelaku WNA
Baca juga: Pakar: MLA pertajam upaya pemberantasan korupsi


Dalam Rapat Paripurna tersebut, Ketua Pansus RUU MLA RI-Swiss DPR Ahmad Sahroni menjelaskan RUU ini terdiri dari 39 pasal antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen, rekaman dan bukti, penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengembalian aset, penyediaan informasi yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya.

"Termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut, serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negara yang diminta bantuan," katanya.

Sahroni menjelaskan perjanjian menganut prinsip retroaktif yaitu dalam Pasal 1 ayat 2, artinya pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara RI dan Swiss dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan.

Menurut dia, perjanjian itu juga ditujukan untuk pemberantasan korupsi serta membawa hasil tindak pidana korupsi yang disimpan di luar negeri.

Dalam paripurna tersebut, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly mengatakan RUU tersebut akan menjadi dasar hukum efektifitas penegakan tindak pidana korupsi, kejahatan transnasional, korupsi, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana fiskal.

Menurut dia, untuk pencegahan kejahatan transnasional tidak mudah, perlu kerjasama bilateral dan multilateral dalam hal penuntutan dan penyidikan.

"Pemerintah Indonesia dan konfederasi Swiss telah menandatangani bantuan timbal balik pada 14 Februari lalu, itu untuk efektifitas kerjasama dalam tindak pidana fiskal, transnasional dan korporasi," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020