Pakar herbal Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Suwijiyo Pramono menyebutkan Indonesia memiliki puluhan ribu spesies tanaman dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Papua, namun banyak yang belum tereksplorasi untuk pengembangan obat.Ada 30.000 spesies tanaman yang tumbuh dari Sabang sampai Merauke dan 3.000 di antaranya merupakan komponen jamu kita. Lalu, 300 spesies tanaman telah digunakan industri herbal, namun masih banyak yang belum tereksplorasi
"Ada 30.000 spesies tanaman yang tumbuh dari Sabang sampai Merauke dan 3.000 di antaranya merupakan komponen jamu kita. Lalu, 300 spesies tanaman telah digunakan industri herbal, namun masih banyak yang belum tereksplorasi," katanya dalam seminar "New Perspective on Drugs Discovery and Development in Industrial Revolution 4.0" yang diselenggarakan secara daring oleh Fakultas Farmasi UGM, di Yogyakarta, Kamis.
Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini mengusulkan agar eksplorasi terhadap kekayaan spesies tanaman di Tanah Air dilakukan secara tepat dan efektif.
Beberapa di antaranya seperti tidak mengekspor bahan mentah, menetapkan strategi untuk eksplorasi secara efisien, serta seleksi prioritas dari program eksplorasi.
Baca juga: BPPT: jamu harus dilestarikan
Baca juga: Yayasan Sosialisasi Kanker kenalkan tiga jenis tumbuhan obat kanker
Berikutnya, kata dia, pelaku industri perlu diberikan kesempatan untuk memproduksi produk tanaman obat berdasarkan riset dari lembaga pendidikan tinggi dengan fasilitasi pemerintah.
"Langkah tersebut perlu dilakukan untuk menetapkan riset yang baik dan berorientasi pada produk," kata Suwijiyo Pramono.
Sementara itu, Guru Besar Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Daryono H. Tjahjono menjelaskan bahwa pengembangan obat membutuhkan tahapan proses yang panjang dan tidak mudah, bahkan perlu waktu hingga bertahun-tahun dan memakan biaya besar.
"Proses penemuan obat cukup kompleks, bisa sampai 8-16 tahun. Tidak hanya lama, tetapi juga butuh biaya besar untuk bisa merilis satu molekul obat," katanya.
Namun begitu, dia menyebutkan metode komputasi atau pemanfaatan komputer dapat membantu proses efisiensi dalam penemuan obat. Untuk menghasilkan 1 molekul dengan percobaan standar biaya yang dibutuhkan rata-rata sebesar Rp18 triliun.
"Dengan bantuan komputasi biaya bisa jadi setengahnya. Kemajuan komputasi baik 'software' maupun 'hardware' sangat berpengaruh dalam efisiensi penemuan obat ini," katanya.
Melalui metode komputasi, menurut dia, juga dapat memangkas waktu dalam menyaring ribuan molekul dan menemukan senyawa potensial yang bisa digunakan sebagai obat baru.
Metode tersebut, kata dia, telah dipakai dalam membantu menemukan senyawa yang berpotensi untuk mencegah penyakit tidur atau tripanosomiasis yang menjadi penyakit endemik di Afrika. Melalui komputasi berhasil menemukan sekitar 3-5 senyawa yang potensial dari 4.803 senyawa yang diteliti.
"Metode ini saat ini juga digunakan untuk menemukan senyawa potensial untuk membantu mencegah virus corona SARS-Cov-2," demikian Daryono H. Tjahjono.
Baca juga: Industri: 30.000 tanaman herbal baru dimanfaatkan 13.000
Baca juga: UGM luncurkan buku tanaman herbal Bone Bolango
Baca juga: Peneliti: 9.600 tumbuhan Indonesia teridentifikasi sebagai obat
Baca juga: Sejarawan: Bongkar naskah tumbuhan obat era kolonial
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020