"Prof Sapardi (penulis puisi Aku Ingin) merupakan seorang guru, sahabat dan kolega. Kami semua di kampus sangat kehilangan dengan kepergian almarhum yang kita semua kenal dengan dekat dan akrab. Beliau merupakan orang yang sangat bersahaja. Hari ini, bukan saja FIB UI yang kehilangan guru besarnya, tetapi Indonesia juga harus melepas salah satu anak bangsa yang turut berperan mengangkat harkat bangsanya melalui karya dan pengabdiannya pada seni budaya Indonesia," ujar Adrianus dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad.
Selain menyandang gelar guru besar FIB UI, mendiang Sapardi Djoko Damono dikenal luas sebagai sastrawan dan penulis yang syair-syairnya telah dikenal sepanjang zaman diberbagai kalangan usia, juga diterjemahkan di berbagai bahasa asing, salah satunya yang fenomenal adalah puisi berjudul "Aku Ingin".
Kiprah Sapardi Djoko Damono, telah mengantarkan dia meraih berbagai penghargaan nasional maupun mancanegara, termasuk di bidang sastra. Penghargaan yang dia raih, di antaranya Cultural Award dari pemerintah Australia (1978), Anugerah Puisi-Puisi Putera II dari Malysia (1980), Anugerah Seni dari Depdikbud (1990), Kalyana Kretya dari Menristek (1996), The Achmad Bakrie Award for Literature (2003), Khatulistiwa Award (2004), dan Penghargaan dari Akademi Jakarta (2012).
"Selamat jalan untuk guru, sahabat, dan kolega, Prof Sapardi Djoko Damono. Semoga Tuhan berkenan memberi tempat terbaik di sisi-Nya," kata dia.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, juga mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Sapardi Djoko Damono atau yang disingkat dengan SDD tersebut.
"Selamat jalan, Pak Sapardi," tulis Hilmar yang juga satu almamater dengan mendiang Sapardi Djoko Damono, di akun Instagramnya.
Hilmar juga menyitir puisi karya SDD yang berjudul "Yang fana adalah waktu" dalam unggahan tersebut.
Baca juga: UI kehilangan sosok Sapardi Si Aku Ingin
Selain menjadi pengajar di FIB UI, Sapardi Djoko Damono juga pernah menjabat Direktur Pelaksana Yayasan Indonesia Jakarta ( 1973-1980), Sekretaris Yayasan HB Jassin, anggota Dewan Kesenian, anggota Badan Pertimbangan Perbukuan Balai Pustaka, mendirikan HISKI pada 1988 dan menjadi ketua HOSKI selama tiga periode.
Baca juga: Wafatnya Sapardi Djoko Darmono tinggalkan duka mendalam bagi UI
Selain menghasilkan karya sastra yang terkenal, Sapardi juga menulis buku, antara lain, Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas, Telaah Fungsi, Isi dan Struktur Karya terjemahan, yakni Lelaki tua dan laut (The old man and the sea, Hemingway), Duka cita bagi Elektra (Mourning becomes Electra oleh Eugene O’Neil).
Baca juga: Puisi-puisi cinta Sapardi Djoko Darmono yang abadi
Prof Dr Sapardi Djoko Damono meninggal dunia di Tangerang Selatan, Banten, pada Ahad (19/7) pukul 09.17 WIB. Prof. Sapardi lahir di Solo, 20 Maret 1940. Sapardi melanjutkan Pendidikan tinggi sarjana di Jurusan Sastra Barat UGM. Ia juga pernah studi di Universitas Hawaii Honolulu, Amerika Serikat. Gelar Doktor Ilmu Susastra diperoleh di Fakultas Sastra Universitas Indonesia di tahun 1989. Sebelum mengajar di FIB UI, dia pernah mengajar di IKIP Malang Cabang Madiun periode 1964-1968.
Sapardi pertama diangkat di FIB UI tahun 1974 dan kemudian dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Susastra pada tahun 1995. Prof Sapardi menjabat sebagai Dekan FIB UI periode 1995-1999 dan purnabakti dari FIB UI tahun 2005. Semasa aktif sebagai dosen, melalui bimbingannya telah lahir para sarjana, magister dan doktor FIB UI.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020