• Beranda
  • Berita
  • Akademisi: PLTN yang dibangun di Indonesia mulai dari generasi III+

Akademisi: PLTN yang dibangun di Indonesia mulai dari generasi III+

20 Juli 2020 17:20 WIB
Akademisi: PLTN yang dibangun di Indonesia mulai dari generasi III+
Ilustrasi - Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). (ANTARA/HO-Istimewa)
Guru Besar Fisika Nuklir dan Fisika Reaktor Kelompok Keahlian Nuklir dan Biofisika Institut Teknologi Bandung (ITB) Zaki Su’ud mengatakan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang dibangun di Indonesia sebaiknya dimulai dari generasi III+, karena memiliki sistem keamanan yang inheren.

"Terkait pengalaman kecelakaan besar nuklir Three Mile Island II, Chernobyl, dan Fukushima, saya berpendapat PLTN yang boleh dibangun di Indonesia sekurangnya dari generasi III+ yang telah memiliki kemampuan keselamatan inheren, sehingga bila ada kasus seperti di Fukushima ataupun Chernobyl tidak akan memicu kecelakaan yang fatal," kata Zaki saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Baca juga: Batan: Kalimantan Barat memiliki 17.005 ton uranium

Baca juga: Batan: Energi nuklir disinergikan dengan energi terbarukan


PLTN generasi III+ memiliki tingkat keselamatan yang lebih tinggi dan teknologi yang mapan, sehingga jauh lebih baik dibanding generasi sebelumnya.

"Untuk generasi III sudah memiliki keselamatan inheren, artinya kalau ada pemicu bencana seperti Chernobyl atau Fukushima tidak jadi masalah. Artinya oke, khususnya kalau untuk daerah seperti Kalimantan yang relatif aman dari gempa," tutur Zaki.

Zaki menuturkan ada persyaratan di regulasi untuk jenis PLTN yang dibangun di Indonesia, yakni PLTN yang boleh dibangun adalah yang telah mapan (established) dan pernah mendapat izin dan pernah dibangun di negara asalnya.

Zaki menuturkan pada prinsipnya studi kelayakan untuk pembangunan PLTN harus dilakukan secara komprehensif termasuk studi tapak, jenis PLTN yang akan dibangun dan sistem keselamatan yang ada.

Baca juga: Pakar: reaktor Generasi III+ cocok untuk Indonesia

Untuk studi tapak, ada 19 aspek yang harus dievaluasi, di antaranya aspek kegempaan, potensi banjir dan tsunami, serta potensi gunung api.

"Studi kelayakan ini yang kemudian harus dilakukan jika ingin membangun PLTN di manapun, termasuk di Kalimantan Barat," ujarnya.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020