Petani Ibu Kota di lahan terbatas

20 Juli 2020 17:24 WIB
Petani Ibu Kota di lahan terbatas
Kelompok Tani Wanita (KTW) RW 05 Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara melakukan panen sayuran hasil budidaya secara hidroponik, Jumat (10/7/2020) (ANTARA/Humas Pemkot Jakarta Utara)

Kini banyak tutorial di platform media sosial mengenai hidroponik

Selain bersepeda, beberapa kegiatan kini menjadi kegemaran baru warga DKI Jakarta di tengah wabah virus corona baru (COVID-19).

Entah kapan wabah ini akan berakhir. Yang pasti selama menunggu dengan berusaha keras menghindari agar tak tertular, rasa bosan dan jenuh menghinggapi banyak orang.

Bosan dan jenuh tentu saja menjadi keseharian karena adanya keterbatasan mobilitas dan aktivitas. Mau ke mal ada pembatasan atau mau tempat wisata juga tidak leluasa.

Mau nonton, bioskop belum buka. Mau santai sambil "ngopi" kafe juga masih tutup.

Namun dalam kebosanan dan kejenuhan tak sedikit warga yang mengisi waktu dan mengganti rutinitas dengan caranya masing-masing. Misalnya memelihara ikan hias, burung, bunga dalam pot hingga menanam sayuran.

Untuk skala Jakarta, jangan beranggapan bahwa semua itu dilakukan di lahan yang luas. Justru dilakukan di tempat yang sangat terbatas.

Tetapi minat dan kesungguhan adalah modal utama. Untuk memelihara ikan hias, ukuran akuarium bisa disesuaikan dengan besaran tempat yang ada.

Begitu juga untuk memelihara burung, kurungannya bisa disesuaikan dengan tempat dan ketersediaan uang. Begitu juga menanam bunga dalam pot sudah banyak yang memahami seluk-beluknya.

Sedangkan menanam sayuran di tempat sangat terbatas sebenarnya bukan hal baru. Berbagai jenis sayuran adalah tanaman favorit untuk pertanian perkotaan (urban farming).

Organik
Selain memanfaatkan lahan yang sangat terbatas, praktik pertanian perkotaan model ini lebih mengandalkan pipa dan air sebagai media tanam. Pertanian jenis ini lebih dikenal dengan hidroponik.

Beragam sayuran bisa dihasilkan dari model pertanian perkotaan. Selain cepat pertumbuhannya, sayuran dari hidroponik juga tergolong organik.

Baca juga: Warga Sunter Agung panen sayuran hidroponik

Lahan yang dibutuhkan pun bisa sangat sedikit. Di teras bawah atau sisi-sisi teras atas juga bisa dibuat hidroponik, asalkan ada sibar matahari, ketersediaan air dan listrik untuk menggerakkan satu mesin air kecil yang harganya sekitar Rp250 ribu.

Pada rangkaian sambungan pipa paralon yang dilubangi untuk bibit menempatkan sayuran agar bisa tumbuh baik dengan stimulus dari pupuk cair. Dalam kurun dua-tiga pekan, bayam atau kangkung sudah terlihat tinggi dan layak dipetik.

Bukan hanya bayam atau kangkung, tapi sawi, pakcoy, tomat dan cabai juga bisa tumbuh baik. Tentu lumayan untuk memenuhi kebutuhan dapur sendiri.
 
Sejumlah pelajar mengikuti lokakarya penanaman tanaman menggunakan metode hidroponik di SD Adik Irma, Tebet, Jakarta, Jumat (1/11/2019). Lokakarya yang diinisasi oleh Komunitas Petani Muda Hidroponikbks bertujuan untuk mengenalkan dan mengedukasi kepada pelajar tentang budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

Bagi warga Ibu Kota yang hobi bercocok tanam tampaknya tak perlu lagi alasan bahwa menanam sayuran butuh lahan yang luas. Semua bisa dimulai dengan ketersediaan tempat yang tidak terlalu luas.

Teknologi dan pengetahuan terus berkembang. Dari semula fakta menunjukkan bahwa bercocok tanam butuh lahan luas, tetapi telah cukup lama muncul teori dan praktik yang mengubah pandangan dan pendapat seperti itu, setidaknya untuk skala rumah tangga.

Kini banyak tutorial di platform media sosial mengenai hidroponik. Kisah-kisah sukses bisa menjadi panduan bagi pemula untuk memulai mengembangkan pertanian perkotaan model hidroponik.

Lahan Hijau
Pertanian perkotaan ini tampaknya menjadi perhatian tersendiri di Jakarta. Tugas utama dari pengembangan pertanian perkotaan berada di Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan (KPKP).

Dinas ini punya suku dinas di enam kota administrasi di Jakarta. Selain mengedukasi warga mengenai pertanian perkotaan juga membuat percontohan.

Baca juga: Sudin LH Jakpus panen sayuran hidroponik

Beberapa waktu lalu, misalnya, Wali Kota Jakarta Pusat Bayu Meghantara meresmikan Jakpus Fam. Ini merupakan lahan hijau terbaru di lingkungan Kantor Wali Kota Jakarta Pusat di Tanah Abang.

Di sini ada 169 jenis tanaman yang ditanam di lahan 80 meter persegi (m2). Di lahan seluas itu, pemanfaatan model bercocok tanam hidroponik dipilih untuk menghijaukan kantor Wali Kota Jakarta Pusat.

Beberapa jenis tanaman seperti padi dan sayuran hijau serta sarana edukasi yang terdapat di Jakpus Fam. Ada padi, sayur hijau dan juga ada kolam gizi dan tanaman hidroponik.

Bayu berharap Jakpus Fam dapat berguna menjadi sarana edukasi, tidak hanya bagi seluruh pegawainya tapi juga untuk murid-murid Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang sering berkunjung di kantor Wali Kota Jakarta Pusat.

Jakpus Fam hadir di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat atas kolaborasi yang dibentuk oleh Suku Dinas KPKP Jakarta Pusat bersama Suku Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Kominfotik) Jakarta Pusat.

Di setiap rak yang berisi tanaman-tanaman disediakan kode bar (barcode) untuk masyarakat agar dapat dipindai (scan) menggunakan ponsel pintar sehingga masyarakat dapat mengetahui informasi terkait tanaman yang dilihatnya.

Edukasi Warga
Sebagai kota besar tentu tidak mudah mengembangkan pertanian perkotaan. Selain ketersediaan tempat untuk mengembangkannya juga dihadapkan pada minat dan pengetahuan warga mengenai bercocok tanam di perkotaan.

Kesibukan sehari-hari mungkin juga berpengaruh. Ini adalah tantangan mengembangkan pertanian perkotaan.

Baca juga: Dosen Pertanian : hidroponik bisa obati stres selama COVID-19

Ternyata tantangan seperti itu sirna sendiri di tengah wabah. Tak disangka minat warga Jakarta Pusat mengembangkan pertanian perkotaan melejit di tengah wabah.

Minat itu cepat direspon Suku Dinas (Sudin) KPKP Jakarta Pusat. Kemudian dilakukan pelatihan webinar sesuai dengan permintaan masyarakat.

Menurut Kepala Suku Dinas (Sudin) KPKP Jakarga Pusat Sunarto acara itu disambut hangat warga. Bahkan jumlah pesertanya melebihi target.

Ada dua metode pelatihan bercocok tanam yang diajarkan dalam webinar bertajuk "Budidaya Sayuran di Lahan Sempit" itu. Yakni metode konvensional menggunakan sekam dan tanah serta metode penanaman hidroponik.

Takut Corona
Dalam kelas webinar itu juga disarankan bagi para pemula yang ingin bercocok tanam untuk memulai dengan menanam sayuran berdaun seperti pakcoy, bayam, kangkung dan daun bawang.

Kuota pelatihan ini hanya untuk 100 orang, tapi 127 orang hadir. Semula hanya untuk warga Jakarta Pusat tetapi ada juga dari kota lain.

Baca juga: Kebun hidroponik di rusun, DPRD DKI: Agar Jakarta tak impor sayuran

Dengan tingginya minat warga untuk mengembangkan pertanian perkotaan, maka kelas webinar ini akan diadakan secara rutin. Selain itu dibuat menjadi kelas berseri sehingga tugas untuk mengedukasi masyarakat dapat terus dilakukan oleh Sudin KPKP Jakarta Pusat.

Misalnya, pekan depan diadakan kelas untuk memilih sayur yang bagus bagi kesehatan tubuh. Ibu-ibu akan diajarkan untuk melihat nilai gizi dari sayur-sayuran.
 
Komunitas petani kota di Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Pusat, menghasilkan tanaman sayur-sayuran yang memiliki nilai ekonomi dengan sistem menanam secara hidroponik. (HO)

Sudin KPKP Jakarta Pusat bersama Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jakarta Pusat mengajak warganya, khususnya para ibu untuk tetap produktif dengan bertanam di lahan sempit.

Mengingat saat ini mungkin ada ketakutan atau kekhawatiran ibu-ibu pergi ke pasar membeli sayur, jadi salah satu solusinya diadakan pelatihan ini. Tujuannya agar warga bisa bercocok tanam sayuran meski di lahan sempit.

Wabah virus corona telah mengubah pandangan tak sedikit warga metropolitan mengenai dunia bercocok tanam. Aktivitas yang semula jauh dari minat, kini menjadi keseharian.

Kekhawatiran terjadi penularan virus corona akibat kontak langsung saat berbelanja di pasar, mendorong tumbuhnya minat warga untuk menanam sayuran sendiri, meski di tempat yang amat terbatas.
 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020